Friday, April 13, 2018

Mind Over Matter


Istilah ini telah menarik perhatian saya. Dan perlu hampir tiga bulan lamanya sebelum saya mampu mulai menulis baris-baris kalimat ini. Omong-omong saya mendapat frase mind over matter ini dari novel Twilight Saga yang booming di seluruh dunia sejak pertama kali terbit tahun 2005. Twilight Saga ini sendiri bercerita tentang kisah cinta terlarang antara vampir (dalam kisah ini bernama Edward) dan manusia (Bella).

Dikisahkan vampir tidak seharusnya jatuh cinta kepada manusia karena alaminya manusia adalah mangsa vampir. Jadi adalah alami kalau Edward kemungkinan besar akan slip, lalai, lupa kalau Bella adalah kekasihnya dan kemudian memangsanya. Selama Edward masih dalam keraguan, tidak memiki keyakinan penuh pada kemampuannya untuk mengontrol diri, dan bahkan ketika Edward masih merasa ada kemungkinan dia akan lupa, maka dia memang bisa melakukan kesalahan itu: memangsa Bella, kekasihnya. Dan dia akan tetap seperti itu, bimbang dan berbahaya, hingga pada titik dia berhasil memutuskan bahwa dia cukup kuat, bahwa dia mampu mengontrol diri, bahwa tidak ada kemungkinan sedikitpun dia akan lepas kendali, maka segala apa yang terlihat sebagai masalah tidak ada lagi. Tidak ada lagi kemungkinan dia akan menjadikan Bella sebagai mangsanya. Kesulitannya teratasi. Dan semua itu berawal dari pikiran. Pikiran mengatasi segalanya.

(Wah, sumbernya nggak spiritual banget ya? Tapi siapa bilang kita harus mempelajari spiritualitas hanya dari hal-hal yang spiritual pula. Tidak. Kita bisa melihat sisi spiritual dari apapun, bahkan dari hal yang kelihatannya sangat tidak spiritual seperti novel Twilight ini).

Untuk itu cukup tentang Twilight dan Edward. Pelajaran dari Edward yang akan kita teruskan.

Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary, mind over matter diartikan sebagai penggunaan kekuatan pikiran untuk mengatasi masalah-masalah fisik.  Sementara Cambridge Dictionary of American Idioms, 2nd ed 2006  juga memberikan definisi yang mirip, yaitu 1. Bahwa pikiran lebih kuat dari pada hal-hal yang bersifat fisik, dan  2. Sebagai kekuatan pikiran untuk mengendalikan dan mempengaruhi tubuh dan dunia fisik secara umum. Sedangkan McGraw-Hill Dictionary of American Idioms and Phrasal Verbs 2002 menerangkan mind over matter sebagai kekuatan-kekuatan intelektual (kemampuan seseorang untuk berpikir secara logis dan memahami berbagai macam hal) lebih penting dan dapat mengatasi ancaman, bahaya, kesulitan dan masalah-masalah yang dihadapi seseorang.

Istilah mind over matter ini sendiri dipopulerkan antara tahun 1960-1970 yang semula digunakan khusus untuk hal-hal yang berhubungan dengan fenomena paranormal terutama psikokinesis (kemampuan memindah objek dengan kekuatan pikiran). Tetapi kemudian istilah ini juga digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan doktrin filsafat dan spiritual yang terpusat pada pikiran seperti responsibility assumption (yaitu sebuah doktrin yang mengatakan dimana setiap individu bertanggung jawab pada setiap kejadian dan keadaan yang terjadi dalam hidupnya, dan bahwa keadaan mental seseorang memberi kontribusi yang besar terhadap kejadian-kejadian itu, lebih besar dari yang diyakini sebelumnya).

Dalam kaitannya dengan doktrin filsafat dan spiritual ini, maka kita akan menggunakan makna mind over matter sebagai kemampuan seseorang (secara intelektual) untuk mengatasi segala kesulitan baik berupa masalah sehari-hari, ancaman fisik, mental, emosional maupun situasi berbahaya lainnya.

Berkaitan dengan hal itu ada istilah lain yang juga populer: Master Your Mind. Kuasai pikiranmu. Menguasai pikiran adalah penting, karena apa? Karena segala sesuatu yang kita lakukan atau kita ucapkan sesungguhnya lahir dari pikiran. Dan karena itu pula akan menentukan arah apakah kita akan melakukan hal yang baik atau yang buruk, apakah kita akan bertindak dharma atau adharma. Jadi bila pikiran kita benar, maka ucapan dan tindakan kita akan benar. Tetapi bila pikiran kita kacau, jangan ditanya kekacauan yang ditimbulkan oleh ucapan dan tindakan kita.

Apa kaitan antara mind over matter dengan mastering our mind? Jelas sekali. Apabila kita mampu menguasai pikiran kita, maka kemampuan mind yang melebihi matter ini hanya akan digunakan untuk hal-hal yang baik. Bayangkan saja misalnya, ada seseorang dengan kemampuan psikokinesis yang kuat tetapi tidak memiliki integritas dan tanggung jawab pribadi (dignity) maka apa yang dilakukannya dapat membawa akibat yang buruk bagi kemanusiaan. Seandainya ada di antara pembaca yang pernah menonton film Xmen, maka ada satu tokoh disitu bernama Dr Jane, yang memiliki kemampuan psikokinesis sangat kuat, tetapi saat itu terjadi tidak diimbangi dengan wadah dan willing yang kuat pula, maka yang terjadi kemudian adalah dia tidak dapat mengendalikan kekuatan yang dimilikinya. Dia berubah menjadi jahat dan tanpa mampu ditahannya dia malah menyakiti orang-orang yang menyayanginya (maaf film lagi contohnya, tapi dengan cara ini lebih mudah memberi gambaran).

Mind over matter ini kelihatannya gampang bukan? Hanya sekedar menetapkan tujuan, menetapkan apa yang betul-betul menjadi keinginan kita. Memantapkan pikiran tentang hal itu. Dan bertindak sesuai pikiran kita. Gampang sekali.

Tetapi, seperti semua hal lainnya, selalu yang kelihatan gampang itu sulit pelaksanaannya. Butuh pembiasaan. Latihan. Disiplin. Dalam Twilight, Edward berusia 100 tahun lebih dan 70 tahunnya hidup dalam restrain –penarikan diri-- dari insting hewaninya. Begitupun, dia masih perlu berbulan-bulan berkelahi dengan dirinya sendiri sebelum bisa sampai pada keputusan itu.

Hal yang sama berlaku pada kita semua. Perlu pembiasaan, perlu latihan dan disiplin diri yang kuat untuk bisa menguasai pikiran. Bisa saja kita langsung melatih pikiran. Tetapi akan lebih mudah bila tubuhpun dikondisikan untuk mudah berlatih. Emosi dibersihkan dari yang bersifat negatif. Mental disiapkan untuk teguh. 

Svami Pavitrananda, kepala Vedanta Society di New York dari 1951 hingga meninggalnya tahun 1977 pernah menulis artikel yang dipublikasikan antara November-Desember tahun 1967 dalam terbitan Vedanta and the West, yang berkaitan dengan hal ini.

Beliau mengatakan bahwa segala kesulitan kita di dunia ini dimulai dari pikiran. Pikiran kita adalah kawan sekaligus lawan kita. Bila kita mampu mengendalikan pikiran maka dia adalah kawan. Bila dia yang mengendalikan kita, maka dia adalah lawan. Mereka yang mampu menguasai pikiran akan selalu dalam keadaan damai. Mereka sungguh-sungguh bahagia.

Jika kita mengamati pikiran, maka kita akan tahu bahwa pikiran selalau berubah. Sesaat pikiran kita bahagia, sesaat kemudian sudah tidak lagi. Untuk alasan yang tidak jelas pikiran kita bisa tiba-tiba terganggu karena kita tidak bisa mengendalikannya.

Buku-buku tentang Yoga yang menjelaskan solusi untuk masalah-masalah mental mengatakan bahwa pikiran kita seperti danau yang permukaannya tidak bisa tenang karena tiupan angin. Sama halnya dengan pikiran kita, permukaan pikiran kita tidak bisa tenang karena pengaruh dari kejadian-kejadian di dunia luar. Jadi apabila kita bisa menemukan cara untuk menjaga permukaan danau tidak terkena pengaruh tiupan angin, maka permukaannya akan tetap tenang. Hal yang sama berlaku pada pikiran.

Salah satu metode untuk membuat pikiran kita tenang adalah dengan jalan menonton pikiran. Dengan cara ini pikiran akan merasa jenuh karena hanya dilihat. Ibarat nyala api, dengan hanya dilihat, artinya kita tidak menambah kayu bakar ke dalamnya. Pikiran itu lama-lama akan mati dan kita menjadi tenang. Tapi untuk bisa menonton pikiran saja seperti itu tentu saja kita perlu latihan.

Metode yang lain adalah dengan berdoa kepada Tuhan atau mengulang-ulang nama-Nya (japa). Banyak buku-buku tentang yoga memberikan penjelasan mendetail tentang bagaimana cara melakukan japa ini, apa saja yang diperlukan untuk melakukan japa baik secara etika (hal-hal yang berkaitan dengan keyakinan dan prinsip-prinsip mengenai benar-salah) maupun secara fisik dan sebagainya, dan buku-buku itu juga menyebutkan bahwa dengan hanya mengulang-ulang nama Tuhan, kita akan mendapat hasil yang sama.

Ada metode lain. Terimalah apa saja yang datang pada kita sebagai kehendak Tuhan, atau secara sederhana: menerima setiap keadaan. Saat kita bisa menerima bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena kehendak Tuhan maka pikiran kita akan berangsur tenang. Sangat menarik bukan? Pikiran terganggu oleh stimuli-stimuli dari luar, jadi saat kita bisa menerima apa saja yang terjadi pada diri kita, maka tidak ada lagi yang bisa mengganggu pikiran kita.

Jadi kesimpulannya adalah bahwa pertama kita harus bisa menguasai pikiran. Master your mind, first. Mind over matter adalah hasil. Svami Vivekananda pernah mengatakan’” Pikiran adalah seperti tanah liat bagiku. Aku dapat melakukan apa saja dengan pikiran itu”. Metode apa yang akan digunakan untuk mampu menguasai pikiran harus disesuaikan dengan karakter masing-masing, jenis latihan apa yang lebih disukai dan dirasa lebih cocok.

Dengan memahami hal ini--dengan kemampuan menguasai pikiran--, kita akan mencapai kebahagiaan, merasakan kegembiraan dari kebebasan dalam hidup. Dan bahkan kita malah bisa menggunakan hukum ketertarikan (Law of Attraction) dengan mudah dan memperoleh keuntungan darinya. ***

No comments: