Friday, May 29, 2009

Kurikulum Canggih = Balap Motor Nggak Bisa Naik Sepeda

Sejak kemarin tanggal 28 Mei, anakku yang kedua mulai ulangan umum kenaikan kelas. Selama ini aku sudah sering mengeluhkan tentang mata pelajaran yang diterimanya yang kurasa terlalu berat untuk anak kelas 1 SD. Tapi menghadapi ujian kenaikan kelas ini, ampun-ampun deh ngajarinya.

Mau tidak disuruh belajar, nilainya bisa tidak mencukupi untuk naik kelas. Disuruh belajar kok kasihan melihat muatan pelajaran dan jumlah yang harus dipelajari segitu sulit dan banyaknya. Terus terang aku melihat muatan kurikulum untuk anak SD kelas 1 itu menurutku anak umur 10-12 tahun saja masih bisa nggak ngeh. Masak sudah disuruh ngapalin jenis-jenis energi misalnya. Yang tua aja disuruh jawab belum tentu bisa. Belum lagi kalau melihat struktur ulangannya yang 40% pilihan ganda (ok), 30% mengisi titik-titik (masih ok) dan 30% essay (nggak ok! kebayang nggak sih anak kelas 1 SD disuruh menjelaskan, contoh:sebutkan hak-hak anak di sekolah! padahal pada beberapa anak membaca saja belum lurus)

Aku bingung dengan orang-orang pintar yang menyusun kurikulum pelajaran untuk anak sekolah ini. Beberapa waktu yang lalu aku juga ada melihat berita di TV tentang "kehebatan" anak SMK dalam mempelajari multi media. Sepertinya itu adalah jurusan khusus memang. Aku tidak menonton acara itu sungguh-sungguh, hanya sepintas saja. Tetapi dari sekelebat melihat itu aku bisa mengetahui bahwa anak SMK sekarang ini sudah sanggup membuat animasi yang cukup bagus misalnya. Sampai suamiku yang dosen poltek jurusan IT di kotaku nyeletuk, "Aku bingung, kok muatan pelajarannya sama dengan mahasiswa poltek juga ya?" katanya. Lho…jadi nggak perlu kuliah dong?.

Kasus yang sama pernah kulihat sewaktu aku mengecek buku-buku pelajaran sosial milik anakku yang kelas 2 SMA. Wah…bahannya kok kayak materi pelajaran anak kuliahan ya? Sebenarnya kuliah itu masih perlu nggak sih? Kayaknya SMA aja cukup tuh, materi pelajarannya ngalah-ngalahin yang kuliah.

Kembali ke masalah kurikulum anak SD tadi. Aku ini hanya orang tua biasa yang berandai-andai. Seandainya pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kita merancang kurikulum yang lebih menekankan pada kemajuan dan perkembangan anak dalam menyerap kemampuan dasar saja, paling tidak untuk kelas 1 sampai kelas 3. Jadi yang diutamakan hanya bahasa (Indonesia) dalam hal ini membaca yang baik, cepat, mampu memahami isi bacaan dan menulis yang baik (untuk catatan tak banyak guru sekarang yang peduli dengan kualitas tulisan anak murid, mana sempat melatih mereka kalau kurikulum “kelas berat” lainnya seabrek-abrek menunggu giliran untuk diajarkan?). Kemudian matematika dasar dilatih sampai “ngelothok” dan pelajaran budi pekerti (bukan agama lho!, tapi etika). Alangkah indahnya!

Aku melihat dari pengalaman anakku yang sekarang kelas 2 SMA ini, muatan kurikulum yang seabrek-abrek nan canggih itu tidak membuatnya menjadi lebih pintar, lebih paham dengan hidupnya, malah justru saat dia duduk di bangku SMP, bahkan sampai SMA saat ini, dia masih saja tidak menguasai matematika dasar dengan baik. Lha untuk apa tahu rumus canggih-canggih kalau hukum-hukum dasarnya tidak mengerti, tidak ada gunanya.

Tapi entahlah…orang jaman sekarang ini pada keblinger. Maunya kelihatan canggih, tapi isinya kosong. Sepertinya semua yang didapat dengan cepat, instan, akan cepat pula menguap. Jadi silahkan jejali otak anak-anak dengan aneka ragam informasi tingkat tinggi, tidak ada satupun juga yang akan dia ingat saat dia beranjak dewasa, sialnya dia juga akan tidak tahu mana hal-hal prinsip, hal-hal yang mendasari semua informasi tingkat tinggi tadi. Lebih celaka lagi kan..? Makanya aku tulis kurikulum pendidikan kita di Indonesia sekarang ini ibarat orang sudah ikut balap motor tapi nggak bisa naik sepeda. Kebayang nggak sih?

Repotnya karena dikejar target untuk memenuhi kurikulum, para guru dan orang tua jadi super sibuk, yang guru mengadakan pelajaran tambahan, yang orang tua harus keluar biaya lagi untuk pelajaran tambahan tadi, anaknya kudu les di sana-sini supaya dengan cepat bisa menguasai ilmu-ilmu canggih tadi, materi yang segunung tadi.

Dan aku, aku terjepit ditengah situasi. Aku sih tidak keberatan anakku harus tinggal kelas misalnya kalau memang dia belum paham dengan apa yang dipelajarinya. Tapi bagaimana dengan anakku sendiri. Jangan-jangan melihat teman-temannya pada naik kelas dia tidak naik kelas sendiri malah nggak mau sekolah lagi. Kalau aku tinggal di pulau Jawa atau Bali mungkin ini bukan masalah besar. Ada homeschooling, ada sekolah alternatif, tapi aku tinggal di Samarinda. Sekolah-sekolah impian semacam itu masih benar-benar dalam impian. Jadilah aku menyabar-nyabarkan hati membujuk anakku agar mau belajar, menghapal pelajaran-pelajarannya yang buanyak. Aku aja capek ngajarin, apalagi dia, capek betul, pake nangis segala.

Aku tidak menuntut anakku mendapat nilai baik. Asal dia bisa memenuhi syarat minimal untuk naik kelas saja, aku sudah sangat bersyukur. Karena untuk apa kalau sekedar nilai baik. Lebih baik dia paham dengan apa yang dipelajarinya. Tapi karena aku saat ini tinggal di Indonesia, terpaksalah harus mengikuti sistem yang berjalan, sambil berusaha terus membuat perbaikan kondisi sebisanya di sana sini, untuk kebaikan anakku juga.

Oh Indonesia…..terlalu ngebet pengin dibilang canggih. Tapi lupa secanggih apapun itu, semua berdiri pada dasar yang kuat. Mbok ya dasarnya dikuatkan dulu.

Pada siapa kuharus mengeluh? Mengeluh juga tidak ada gunanya. Lebih berguna mungkin kalau aku menuliskannya, seperti yang kulakukan saat ini. Aku yakin, banyak sekali orang tua yang menghadapi masalah yang sama dengan yang kuhadapi ini, hanya sebagian menyadarinya--sempat menyadarinya, sebagian tidak. Nah semoga ada yang akan punya kesempatan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal ini.

Semoga!

Wednesday, May 20, 2009

Rang Kayo Hitam

Hari ini ada tayangan tentang situs Rang Kayo Hitam di Metro TV. Saat menulis ini saya belum menonton acaranya. Tapi mendadak saya teringat dengan lagu Rang Kayo Hitam yang sering saya dengar dan saya nyanyikan saat saya masih kecil dan menetap di Jambi pada waktu itu. Saya coba tuliskan di sini, semoga saya tidak salah ingat:

Rang Kayo Hitam, gagah perkaso
Namonyo agung dimano-mano
Samapi Mataram orang kenali
Pusako bundo di Batang Hari

Ayah bernamo Datuk Berhalo
Turunan suci asal Bagindo
Putri Pinang Masak namo ibunyo
dari Pagaruyung negeri asalnyo

Sutooo....
Rang Kayo Hitam agung di mano-mano
Keris Si Ginjai senjato yang utamo

Sutooo....


dan beruntung sekali saya mendapatkan link untuk mendownload lagu Rang Kayo Hitam ini, bisa di sini : http://www.ziddu.com/download/287741/OrangKayoHitam.mp3.html

Ternyata lagu ini ciptaan Firdaus Khatab, tetapi lagu Rang Kayo Hitam pada link download diatas telah diaransemen ulang dengan nuansa hardrock. Yah.. daripada tidak ada ^_^

Saya juga berusaha mencari tahu tentang Rang Kayo Hitam, dan menemukan link ini : http://djambi-koha.blogspot.com/2008/12/keris-itu-bernama-siginjai.html
tulisan pada link itu lumayan menjawab jika kita ingin tahu sekilas tentang Rang Kayo Hitam.

Begitulah...cerita rakyat semacam ini makin lama makin hilang digantikan oleh cerita-cerita tidak masuk akal dari sinetron TV. Bagaimana caranya agar cerita-cerita semacam ini dapat dikenalkan, dikenang dan dilestarikan oleh anak-anak muda sekarang. Atau memang cerita-cerita rakyat semacam ini yang seringkali berkelindan dengan sejarah akan benar-benar hilang lenyap dimakan jaman?

Entahlah...