Thursday, August 27, 2009

Akhirnya............

Akhirnya masyarakat luas mulai mendapat informasi yang lebih jelas dari media berkaitan dengan terorisme ini. Sudah sejak bertahun-tahun yang lalu aku tahu dari beberapa informasi bahwa terorisme ini terorganisir dengan baik dan didanai dari luar, Timur Tengah, Arab Saudi, dengan tujuan (ah...mudah-mudahan tidak apa aku menulis begini.....) membuat negara boneka dalam arti dikuasai secara ideologi, ekonomi dan budaya. Tetapi kalau waktu itu kita bicara blak-blakan bisa-bisa malah dicurigai yang bukan-bukan. Kini setelah Polri dengan jelas menyatakan telah mendapat bukti bahwa aliran dana untuk kegiatan terorisme itu dari luar, barulah ada yang berani berbicara bahwa selama ini penelitian yang mereka lakukanpun menunjukkan hasil yang sama. Ada ternyata pengamat masalah keislaman yang tahu, mencatat dengan baik tetapi selama ini informasi itu tidak bisa disebarkan pada secara luas pada waktu-waktu yang lalu. Barulah sekarang dia bisa berbicara di TVOne paling tidak dimana aku menontonya pagi ini, tentang penelitiannya itu.

Kompas Minggu (23/8) yang lalu juga memberitakan di Banten, ada keluarga yang harus berurusan sampai polisi karena penampilan mereka yang mencurigakan, yaitu berjenggot, memakai celana cingkrang, istrinya memakai burqa (yang terus terang saja aneh untuk dilihat di Indonesia) dan masyarakat merasa curiga karena selama ini penampilan teroris ya model begitu, sehingga menginterogasi mereka yang nyaris berakhir pada penghakiman massa sebelum diambil alih polisi. Bukan...bukan masalah aku benci dengan kelompok Islam model begini, tetapi aku senang bahwa filter itu mulai dilakukan masyarakat. Hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Padahal banyak sekali kasus semisal sebuah mesjid yang semula untuk aktivitas warga lama-lama dikuasai kelompok tertentu dan warga malah sulit untuk mengakses kembali. Kini masyarakat mulai terbuka, sadar dan melakukan protek awal. Akhirnya......setelah hampir 20 tahun gerakan Islam radikal mulai meyebar baru masyarakat bisa mulai sadar.

Filter-filter semacam isu Polri akan memantau khotbah yang berisi provokasi yang berujung pada perpecahan dan mengarah pada radikalisme juga angin segar baru bagi masyarakat awam. Meskipun Plori sendiri kelihatan ragu-ragu dan tidak ingin disalahkan sehingga berhati-hati sekali dalam menyikapi dan membuat pernyataan, tetapi beberapa tokoh MUI maupun NU sudah menyatakan dukungannya dengan menyampaikan sikap akan menghimbau para Imam mesjid untuk memperhatikan isi khotbah mereka. Yang kelihatan tidak senang malah salah satu partai yang berbasis agama yang merasa tindakan pengawasan ini berlebihan dan bukan wewenang Polri. Tapi mungkin kita semua mahfum kalau partai ini memang punya agenda sendiri, entahlah apa presiden kita juga mahfum akan hal itu dan berhati-hati mengingat partai ini bagian yang cukup besar dalam koalisi pemerintahannya dan dalam 5 tahun terakhir berkembang pesat sehingga nyaris menimbulkan kecurigaan. Tapi siapa yang berani ngomong terang-terangan sekarang?

Kembali pada penguasaan negara dalam bentuk penguasaan ideologi, ekonomi dan budaya, itu sebenarnya sudah terlihat bahwa kita telah diinfiltrasi jauh sekali hingga ke sendi-sendi pemerintahan. Berapa banyak sekarang pemerintah daerah yang mulai menerapkan perda syariah di daerahnya yang masih ada kemungkinan menyebar ke daerah yang lain. Berapa banyak peraturan yang muncul dalam bidang pendidikan yang mengarah ke satu ajaran tertentu, misal kewajiban jilbab sebagai seragam sekolah, pelajaran etika yang diterjemahkan menjadi pelajaran agama, atau tari-tarian kita yang terancam punah hanya karena kostum tari tidak mencerminkan keislaman? Bagaimana dengan segala macam bentuk bantuan dari luar untuk pembangunan Islamic Centre misalnya, tentu saja hasilnya luar biasa bukan main, kita senang, tapi di belakang bantuan itu apa tujuannya? Karena jaman sekarang tidak ada yang free. Selalu saja di belakangnya ada, ”saya bantu anda tapi......anda bantu juga kami”. Belum lagi lembaga keuangan syariah yang bermunculan seperti orang terkena latah. (Padahal cara kerja dan aturan main sama saja lho dengan yang katanya non islami, bedanya cuma di istilah...) Sekarang sepertinya malah mulai merambah ke retail. Mereka bisa jual barang super murah dan masih ditambah diskon tambahan untuk member. Kalau kita hitung-hitung bingung dah bagaimana mereka tetap dapat untung, tapi ah...menarik sekali ini untuk masyarakat awam yang umumnya berpikir yang penting dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada yang jual barang murah, kenapa tidak? Efek yang jauh tak kan terpikirkan oleh mereka. Itu bukan tugas mereka memang. Seharusnya tugas negara, tapi......

Akhirnya masyarakat mulai sadar. Paling tidak untuk kasus terorisme ini dulu. Mungkin belum sampai kecurigaannya pada hal lain-lainnya. Tetapi ini langkah awal yang menggembirakan. Akhirnya kebenaran mulai mendapat jalan untuk muncul di permukaan. Sekali lagi semoga ini adalah titik awal dari gelombang besar kebenaran yang akan muncul kemudian.

Semoga!

Sunday, August 16, 2009

Teroris sang Selebriti

Tahukan Anda apa yang paling banyak menyita perhatian di layar kaca Indonesia akhir-akhir ini? Tepat sekali! Drama pengepungan, penembakan, penangkapan gembong teroris yang paling di cari Noordin M Top. Tadi pagi seharusnya ada jumpa pers dari pihak Polri apakah benar identitas orang yang tertangkap terakhir di Temanggung adalah Noordin M Top atau bukan. Dan saya termasuk yang tidak sabar menunggu berita itu selengkapnya karena drama penangkapan ini begitu lama dan terus menerus ditayangkan oleh televisi. Selak bosan!

Bukan apa-apa sih. Saya setuju bahwa penangkapan para teroris itu (sebenarnya saya lebih suka menyebut mereka itu penjahat biasa, karena mereka tidak lagi mampu meneror saya saat ini) penting sekali dan harus dilakukan. Tetapi penayangan drama penangkapan terus menerus di televisi itu menimbulkan gangguan.

Saya terganggu karena menunggu proses yang begitu lama. Polisi saya yakin juga terganggu karena mereka jadi harus ekstra hati-hati dalam bertindak. Salah-salah bukan terorisnya tertangkap malah tindakan mereka yang akan dipermasalahkan. Hal-hal yang tidak seharusnya timbul, bisa timbul karena apalagi yang bisa dilakukan reporter TV sementara menunggu untuk membuat berita selain mengorek-ngorek cerita yang ada.

Ditelisik, dikorek, dipertanyakan, sehingga kadang-kadang hal yang prinsip malah dilewatkan. Kita sibuk dengan pernak-pernik pelanggaran kecil. Jadi jangan heran polisi terlihat lambat sekali mengambil keputusan dan tindakan. Lha wong disorot sekian banyak saluran televisi jee.....

Bukan kasus baru kalau polisi yang melakukan kesalahan prosedur malah dibantai habis-habisan oleh media massa. Tapi sikap polisi yang tegas malah jarang disanjung, dianggap biasa saja. Aneh memang media massa kita ini.

Still.....tetap saja drama penangkapan teroris ini saya anggap berlebihan kalau ditayangkan marathon seperti ini. Apalagi kita ini kan masih belajar demokrasi, pers kita masih belajar demokrasi, jadi banyak hal yang mereka kira adalah kemerdekaan karena kita hidup di negara demokrasi justru malah jadi boomerang. Tapi pembelajaran memang perlu biaya. Dan apa yang tengah terjadi dalam masyarakat kita sekarang ini adalah harga yang harus kita bayar untuk sebuah pemahaman yang utuh tentang apa yang kita sebut demokrasi.

Sebenarnya di Indonesia sekarang ini sih lebih cocok dibilang democrazy daripada demokrasi....

Tulisan ini rada ngelantur...tapi yah sebel saja melihat teroris jadi sama tenarnya bak selebritis...padahal yang mereka lakukan sangat berbeda.

Bagaimanapun saya salut dengan kerja Polri dengan Tim Densus 88-nya. Bravo Polri dan tetaplah punya sikap dan ketegasan dan memberi harga mati untuk NKRI.

Merdeka!

Thursday, July 30, 2009

Hamba vs Kekasih

Ini cuma sekelebat percakapan yang terjadi di kepalaku pagi ini.

Sore kemarin aku membaca kalimat 'hamba Allah' di TV pada ...line. Aku bahkan sudah lupa kalimat persisnya seperti apa. Berita tentang apa. Oh ya, mungkin berita tentang siapa yang mengakui telah membom hotel JW Marriott dan Rizt Carlton 17 Juli 2009 yang lalu. Aku tidak akan membahas isi beritanya atau apa yang tertulis pada ....line itu. Hanya kalimat 'hamba Allah' itu saja.

Aku berpikir, pantas saja para pembom itu bisa tersesat begitu, karena mereka menyatakan diri hamba Allah sih... Taukan hamba? Hamba itu abdi, pembantu, pelayan. Hubungannya terbatas hanya untuk mengabdi, memberi pelayanan, no question, no complain. Hanya menjalankan perintah tanpa berpikir, tanpa apa-apa. Ikut saja. Begitulah kalau seorang hamba(ditambah dengan sedikit blunder penjelasan dari pemimpinnya maka membom itupun jadi halal dan perintah Allah juga).

Beda dengan seorang pencinta, kekasih. Seandainya lebih banyak yang menyebut diri sebagai kekasih Allah, pencinta Allah, seperti para sufi selalu bernyanyi, akankah masih ada orang-orang yang bertindak membabi buta melakukan pembunuhan seperti bom-bom semacam itu? Tidak,.....pasti tidak.

Bagaimana mungkin kita bisa menyakiti yang kita kasihi, yang kita cintai. Tetapi kita bisa menyakiti majikan, tuan kita. Kekasih? Tidak.

Kita tidak akan menyakiti seorang kekasih, sungguh-sungguh kekasih. Kita bahkan rela berkorban apa saja, rela menderita untuk kebahagiaan sang kekasih.

Apakah berhenti menggunakan kata 'hamba Allah' dan menggantinya menjadi 'kekasih Allah' akan dapat merubah keadaan juga?

Entahlah. Coba saja.

Friday, June 05, 2009

Mogok Berita

Beberapa hari terakhir ini aku memutuskan untuk mogok membaca atau mendengar berita. Aku ngambek! Kenapa? Bosan dengan berita di negeri ini. Tidak ada yang menyenangkan hati atau menggembirakan. Isi berita yang beraneka ragam itu dapat disimpulkan dalam beberapa kata saja; eksploitasi, arogansi, konspirasi.

Contoh eksploitasi : yang sedang ramai dibicarakan adalah diangkatnya kemiskinan dalam reality show di televisi yang ujung-ujungnya dipertanyakan, ini empati atau eksploitasi (baca: jualan kemiskinan?). Contoh yang lain kalau ada berita bencana di suatu tempat, ikuti saja berita selanjutnya, ujung-ujungnya eksploitasi alam yang berlebihan (akibat hasil keputusan penuh konspirasi oleh yang berkuasa). Contoh lain : yang paling hangat adalah kasus Prita, seorang pasien korban malpraktek sebuah rumah sakit yang kemudian menjadi korban hukum dengan judul pencemaran nama baik hanya karena dia curhat kepada teman-temannya tentang malpraktek yang telah dia alami. Inilah contoh eksploitasi pihak yang berkuasa (baca:berduit) pada yang lemah. {Padahal omong-omong nih, kasus malpraktek di bidang kesehatan memang bertaburan di seluruh Indonesia sekarang ini. Beberapa orang temanku pernah mengalami, yang fatal sampai anaknya meninggal dunia. Tetapi yang ini nggak usah cerita deh...nanti bisa kena pasal pencemaran nama baik lagi....}

Contoh arogansi : wah contohnya banyak. Dimana-mana di atas dunia.....(dinyanyikan dengan irama lagu Bang Rhoma cocok tuh..!)banyak kejadian yang bisa kita lihat adalah akibat arogansi satu pihak pada pihak yang lain. Umumnya pihak yang berkuasa, yang memegang uang yang arogan. Arogansi ini pada lingkaran elit kekuasaan akan melahirkan banyak keputusan yang mementingkan diri dan kelompoknya sendiri. Sekarang ini sudah banyak keputusan yang lahir dari sikap arogansi ini. Mau disebutin jelas? Nggak usah deh. Aku mau baca UU ITE dulu jelas-jelas, daripada terus diciduk dengan alasan yang nggak jelas!

Konspirasi? Ah...itu teman dekat dengan arogansi, lantas hasilnya eksploitasi. Konspirasi, dulu makanan kaum elit pemegang kekuasaan. Mainan mereka. Rakyat awam tidak tahu banyak jenis permainan ini. Tetapi sejak era REFORMASI, konspirasi ini jadi makanan harian rakyat. Konspirasi terjadi dalam setiap level masyarakat, secara terang-terangan. Rupanya itu arti kata REFORMASI di Indonesia. Transparansi di segala bidang. Termasuk korupsi, kolusi, nepotisme itu juga di reformasi sehingga terbuka kesempatan bagi setiap orang.....wkwkwkwkkkwkk. Rasa-rasanya reformasi di negeri ini memang artinya jadi jauh melenceng dari arti kata sebenarnya. {Saking parahnya sampai ada joke seperti ini : dulu jaman Soeharto korupsi dibawah meja, jaman sekarang korupsi nggak sekedar di atas meja, malah mejanya sekalian dikorupsi juga..}

Politik itu jelas konspirasi. Sekarang katanya rakyat sudah mulai pintar. Jadi konspirasi di kalangan politisi sudah bisa dibaca dengan jelas oleh rakyat (atau sebenarnya politisi sekarang yang nggak ngerti main halus ya...jadi konspirasinya bisa kebaca jelas.... Nah karena politisi (baca:penguasa negara) itu ada di piramida atas dalam susunan fungsional kenegaraan, jadilah dia sebagai panutan, akibatnya sekarang rakyat awam pun sudah pandai pula berkonspirasi. Konspirasi tidak hanya milik penguasa dan pedagang saja. Tetapi milik semua orang. Tepuk tangan.....plok..plok..plok..!

Nah...kalau inti berita yang beraneka ragam isinya begitu aja malas kan ndengernya. Berita yang juga bikin gregetan sekarang ini adalah Malaysia sedang curi-curi, intip-intip wilayah-wilayah terluar Indonesia. Menurut pendapatku, itu yang salah bukan Malaysia. Kita yang salah. Pemerintah kita lembek. Dari jaman Megawati sampai SBY nggak ada yang berani perang, nggak ada yang punya harga diri sebesar Bapak Soekarno dulu yang pasti tidak akan rela kalau tetangga seenak-enaknya nyelonong masuk halaman rumahnya, masih pake nyuri lagi.

Tinggalkan sudah basa-basi busuk. Itu hanya cerminan rasa takut. Tunjukkan kalau Indonesia punya harga diri, punya integritas sebagai bangsa yang berdaulat dan berwibawa. Ini pemimpin yang ada sekarang melempem semua. Padahal rakyatnya sudah gregetan menonton polah mereka rebutan kekuasaan setiap hari. Halamannya dicaplok tetangga nggak peduli.

Begitulah ringkasan berita kita selama beberapa minggu terakhir ini. Masih berminat untuk menonton atau mendengarnya?

Be my guest!

Friday, May 29, 2009

Kurikulum Canggih = Balap Motor Nggak Bisa Naik Sepeda

Sejak kemarin tanggal 28 Mei, anakku yang kedua mulai ulangan umum kenaikan kelas. Selama ini aku sudah sering mengeluhkan tentang mata pelajaran yang diterimanya yang kurasa terlalu berat untuk anak kelas 1 SD. Tapi menghadapi ujian kenaikan kelas ini, ampun-ampun deh ngajarinya.

Mau tidak disuruh belajar, nilainya bisa tidak mencukupi untuk naik kelas. Disuruh belajar kok kasihan melihat muatan pelajaran dan jumlah yang harus dipelajari segitu sulit dan banyaknya. Terus terang aku melihat muatan kurikulum untuk anak SD kelas 1 itu menurutku anak umur 10-12 tahun saja masih bisa nggak ngeh. Masak sudah disuruh ngapalin jenis-jenis energi misalnya. Yang tua aja disuruh jawab belum tentu bisa. Belum lagi kalau melihat struktur ulangannya yang 40% pilihan ganda (ok), 30% mengisi titik-titik (masih ok) dan 30% essay (nggak ok! kebayang nggak sih anak kelas 1 SD disuruh menjelaskan, contoh:sebutkan hak-hak anak di sekolah! padahal pada beberapa anak membaca saja belum lurus)

Aku bingung dengan orang-orang pintar yang menyusun kurikulum pelajaran untuk anak sekolah ini. Beberapa waktu yang lalu aku juga ada melihat berita di TV tentang "kehebatan" anak SMK dalam mempelajari multi media. Sepertinya itu adalah jurusan khusus memang. Aku tidak menonton acara itu sungguh-sungguh, hanya sepintas saja. Tetapi dari sekelebat melihat itu aku bisa mengetahui bahwa anak SMK sekarang ini sudah sanggup membuat animasi yang cukup bagus misalnya. Sampai suamiku yang dosen poltek jurusan IT di kotaku nyeletuk, "Aku bingung, kok muatan pelajarannya sama dengan mahasiswa poltek juga ya?" katanya. Lho…jadi nggak perlu kuliah dong?.

Kasus yang sama pernah kulihat sewaktu aku mengecek buku-buku pelajaran sosial milik anakku yang kelas 2 SMA. Wah…bahannya kok kayak materi pelajaran anak kuliahan ya? Sebenarnya kuliah itu masih perlu nggak sih? Kayaknya SMA aja cukup tuh, materi pelajarannya ngalah-ngalahin yang kuliah.

Kembali ke masalah kurikulum anak SD tadi. Aku ini hanya orang tua biasa yang berandai-andai. Seandainya pemerintah dalam hal ini dinas pendidikan kita merancang kurikulum yang lebih menekankan pada kemajuan dan perkembangan anak dalam menyerap kemampuan dasar saja, paling tidak untuk kelas 1 sampai kelas 3. Jadi yang diutamakan hanya bahasa (Indonesia) dalam hal ini membaca yang baik, cepat, mampu memahami isi bacaan dan menulis yang baik (untuk catatan tak banyak guru sekarang yang peduli dengan kualitas tulisan anak murid, mana sempat melatih mereka kalau kurikulum “kelas berat” lainnya seabrek-abrek menunggu giliran untuk diajarkan?). Kemudian matematika dasar dilatih sampai “ngelothok” dan pelajaran budi pekerti (bukan agama lho!, tapi etika). Alangkah indahnya!

Aku melihat dari pengalaman anakku yang sekarang kelas 2 SMA ini, muatan kurikulum yang seabrek-abrek nan canggih itu tidak membuatnya menjadi lebih pintar, lebih paham dengan hidupnya, malah justru saat dia duduk di bangku SMP, bahkan sampai SMA saat ini, dia masih saja tidak menguasai matematika dasar dengan baik. Lha untuk apa tahu rumus canggih-canggih kalau hukum-hukum dasarnya tidak mengerti, tidak ada gunanya.

Tapi entahlah…orang jaman sekarang ini pada keblinger. Maunya kelihatan canggih, tapi isinya kosong. Sepertinya semua yang didapat dengan cepat, instan, akan cepat pula menguap. Jadi silahkan jejali otak anak-anak dengan aneka ragam informasi tingkat tinggi, tidak ada satupun juga yang akan dia ingat saat dia beranjak dewasa, sialnya dia juga akan tidak tahu mana hal-hal prinsip, hal-hal yang mendasari semua informasi tingkat tinggi tadi. Lebih celaka lagi kan..? Makanya aku tulis kurikulum pendidikan kita di Indonesia sekarang ini ibarat orang sudah ikut balap motor tapi nggak bisa naik sepeda. Kebayang nggak sih?

Repotnya karena dikejar target untuk memenuhi kurikulum, para guru dan orang tua jadi super sibuk, yang guru mengadakan pelajaran tambahan, yang orang tua harus keluar biaya lagi untuk pelajaran tambahan tadi, anaknya kudu les di sana-sini supaya dengan cepat bisa menguasai ilmu-ilmu canggih tadi, materi yang segunung tadi.

Dan aku, aku terjepit ditengah situasi. Aku sih tidak keberatan anakku harus tinggal kelas misalnya kalau memang dia belum paham dengan apa yang dipelajarinya. Tapi bagaimana dengan anakku sendiri. Jangan-jangan melihat teman-temannya pada naik kelas dia tidak naik kelas sendiri malah nggak mau sekolah lagi. Kalau aku tinggal di pulau Jawa atau Bali mungkin ini bukan masalah besar. Ada homeschooling, ada sekolah alternatif, tapi aku tinggal di Samarinda. Sekolah-sekolah impian semacam itu masih benar-benar dalam impian. Jadilah aku menyabar-nyabarkan hati membujuk anakku agar mau belajar, menghapal pelajaran-pelajarannya yang buanyak. Aku aja capek ngajarin, apalagi dia, capek betul, pake nangis segala.

Aku tidak menuntut anakku mendapat nilai baik. Asal dia bisa memenuhi syarat minimal untuk naik kelas saja, aku sudah sangat bersyukur. Karena untuk apa kalau sekedar nilai baik. Lebih baik dia paham dengan apa yang dipelajarinya. Tapi karena aku saat ini tinggal di Indonesia, terpaksalah harus mengikuti sistem yang berjalan, sambil berusaha terus membuat perbaikan kondisi sebisanya di sana sini, untuk kebaikan anakku juga.

Oh Indonesia…..terlalu ngebet pengin dibilang canggih. Tapi lupa secanggih apapun itu, semua berdiri pada dasar yang kuat. Mbok ya dasarnya dikuatkan dulu.

Pada siapa kuharus mengeluh? Mengeluh juga tidak ada gunanya. Lebih berguna mungkin kalau aku menuliskannya, seperti yang kulakukan saat ini. Aku yakin, banyak sekali orang tua yang menghadapi masalah yang sama dengan yang kuhadapi ini, hanya sebagian menyadarinya--sempat menyadarinya, sebagian tidak. Nah semoga ada yang akan punya kesempatan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dalam hal ini.

Semoga!

Wednesday, May 20, 2009

Rang Kayo Hitam

Hari ini ada tayangan tentang situs Rang Kayo Hitam di Metro TV. Saat menulis ini saya belum menonton acaranya. Tapi mendadak saya teringat dengan lagu Rang Kayo Hitam yang sering saya dengar dan saya nyanyikan saat saya masih kecil dan menetap di Jambi pada waktu itu. Saya coba tuliskan di sini, semoga saya tidak salah ingat:

Rang Kayo Hitam, gagah perkaso
Namonyo agung dimano-mano
Samapi Mataram orang kenali
Pusako bundo di Batang Hari

Ayah bernamo Datuk Berhalo
Turunan suci asal Bagindo
Putri Pinang Masak namo ibunyo
dari Pagaruyung negeri asalnyo

Sutooo....
Rang Kayo Hitam agung di mano-mano
Keris Si Ginjai senjato yang utamo

Sutooo....


dan beruntung sekali saya mendapatkan link untuk mendownload lagu Rang Kayo Hitam ini, bisa di sini : http://www.ziddu.com/download/287741/OrangKayoHitam.mp3.html

Ternyata lagu ini ciptaan Firdaus Khatab, tetapi lagu Rang Kayo Hitam pada link download diatas telah diaransemen ulang dengan nuansa hardrock. Yah.. daripada tidak ada ^_^

Saya juga berusaha mencari tahu tentang Rang Kayo Hitam, dan menemukan link ini : http://djambi-koha.blogspot.com/2008/12/keris-itu-bernama-siginjai.html
tulisan pada link itu lumayan menjawab jika kita ingin tahu sekilas tentang Rang Kayo Hitam.

Begitulah...cerita rakyat semacam ini makin lama makin hilang digantikan oleh cerita-cerita tidak masuk akal dari sinetron TV. Bagaimana caranya agar cerita-cerita semacam ini dapat dikenalkan, dikenang dan dilestarikan oleh anak-anak muda sekarang. Atau memang cerita-cerita rakyat semacam ini yang seringkali berkelindan dengan sejarah akan benar-benar hilang lenyap dimakan jaman?

Entahlah...

Friday, April 10, 2009

Money Politic, Beneran itu!

Pemilu baru saja berakhir(9 April 2009) kemarin. Hasilnya belum diketahui pasti sampai hari ini. Yang pasti hasilnya tidak mencerminkan keadaan senyatanya. Kenapa?

Kenapa tidak? Saya saja hanya mencontreng orang yang namanya saya kenal, atau yang photonya meyakinkan 'ketok pinter' utawa 'emang isa kerja' pada baliho yang terpasang dimana-mana yang sudah merusak pemandangan bulan-bulan terakhir ini. Padahal tanpa ramainya baliho para caleg itu, pemandangan kota ini sudahlah nggak indah-indah amat... eh masih ketambahan lagi dengan papan reklame ini. Bikin pusing!

Belum lagi bila kita perhatikan satu-persatu wajah-wajah para caleg itu, ada yang culun, ada yang muddaaaa.... bangget, ada yang aneh, ada yang wajah kolusi, ada yang gugup, ada yang canggung, ada yang sok selebriti....muacem-muacem...Yah daripada jengkel kudu nonton beginian tiap hari yah dijadikan hiburan saja.

Tetapi dari pengalaman saya pada pemilu kemarin ini, saya sekarang percaya bahwa money politic, yah...yang ringan sih contohnya bagiin uang Rp. 50.000 ke tiap orang yang setor KTP agar milih si 'anu', itu bisa berhasil.

Saya termasuk yang dapat Rp 50.000,- an itu. Dengan niat semula hanya mau uangnya saja. Begitulah kebanyakan yang dikatakan oranag-orang yang kebagian uang pemilu begitu. Tapi nyatanya, di bilik suara yang lebih kecil dari kertas suaranya itu, dengan nama caleg yang seabreg-abreg untuk dipilih, yang saya tidak tahu apa orang-orang ini benar-benar capable atau tidak, akhirnya yang saya contreng, ya yang ngasih saya uang itu. Nah lho...!

Coba hitung saja, berapa banyak orang yang seperti saya. Istilahnya 'mbuh ra ruh'. Emoh pusing. Tipikal ibu-ibu.
Siapa bilang money politic akan dapat dihapuskan? Nggak bisa. Wong bisa berhasil nyatanya.

Saya bisa bilang saya cukup berpendidikan. Cantik-cantik gini sarjana. Dengan jabatan manager di kantor yang baru saja saya lepas 2 bulan ini karena ingin istirahat. Tetap saja saya emoh pusing dengan politik.

Ini sikap yang salah jelas, dan tidak pantas di tiru. Tapi inilah kenyataannya. Jadi bagaimana membangkitkan kesadaran orang-orang seperti saya ini yang bisa jadi jumlahnya banyak. Yang pasti saya jenuh dengar politik, jenuh dengan debat politik, jenuh dengan manuver-manuver yang dilakukan para politikus, tapi bagaimanapun dalam kehidupan kita ini kita tetap memerlukan mereka-mereka para politikus yang menjengkelkan itu.

Jadi emoh-emoh butuh. Cuek-cuek perlu.

Kalau saya sih jelas, bisanya cuma omong doang. Paling tidak dengan omong ini saya sudah mengurangi satu orang stress di dunia. Denger-denger banyak yang bakalan stress habis pemilu ini kan?