Thursday, August 27, 2009

Akhirnya............

Akhirnya masyarakat luas mulai mendapat informasi yang lebih jelas dari media berkaitan dengan terorisme ini. Sudah sejak bertahun-tahun yang lalu aku tahu dari beberapa informasi bahwa terorisme ini terorganisir dengan baik dan didanai dari luar, Timur Tengah, Arab Saudi, dengan tujuan (ah...mudah-mudahan tidak apa aku menulis begini.....) membuat negara boneka dalam arti dikuasai secara ideologi, ekonomi dan budaya. Tetapi kalau waktu itu kita bicara blak-blakan bisa-bisa malah dicurigai yang bukan-bukan. Kini setelah Polri dengan jelas menyatakan telah mendapat bukti bahwa aliran dana untuk kegiatan terorisme itu dari luar, barulah ada yang berani berbicara bahwa selama ini penelitian yang mereka lakukanpun menunjukkan hasil yang sama. Ada ternyata pengamat masalah keislaman yang tahu, mencatat dengan baik tetapi selama ini informasi itu tidak bisa disebarkan pada secara luas pada waktu-waktu yang lalu. Barulah sekarang dia bisa berbicara di TVOne paling tidak dimana aku menontonya pagi ini, tentang penelitiannya itu.

Kompas Minggu (23/8) yang lalu juga memberitakan di Banten, ada keluarga yang harus berurusan sampai polisi karena penampilan mereka yang mencurigakan, yaitu berjenggot, memakai celana cingkrang, istrinya memakai burqa (yang terus terang saja aneh untuk dilihat di Indonesia) dan masyarakat merasa curiga karena selama ini penampilan teroris ya model begitu, sehingga menginterogasi mereka yang nyaris berakhir pada penghakiman massa sebelum diambil alih polisi. Bukan...bukan masalah aku benci dengan kelompok Islam model begini, tetapi aku senang bahwa filter itu mulai dilakukan masyarakat. Hal yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Padahal banyak sekali kasus semisal sebuah mesjid yang semula untuk aktivitas warga lama-lama dikuasai kelompok tertentu dan warga malah sulit untuk mengakses kembali. Kini masyarakat mulai terbuka, sadar dan melakukan protek awal. Akhirnya......setelah hampir 20 tahun gerakan Islam radikal mulai meyebar baru masyarakat bisa mulai sadar.

Filter-filter semacam isu Polri akan memantau khotbah yang berisi provokasi yang berujung pada perpecahan dan mengarah pada radikalisme juga angin segar baru bagi masyarakat awam. Meskipun Plori sendiri kelihatan ragu-ragu dan tidak ingin disalahkan sehingga berhati-hati sekali dalam menyikapi dan membuat pernyataan, tetapi beberapa tokoh MUI maupun NU sudah menyatakan dukungannya dengan menyampaikan sikap akan menghimbau para Imam mesjid untuk memperhatikan isi khotbah mereka. Yang kelihatan tidak senang malah salah satu partai yang berbasis agama yang merasa tindakan pengawasan ini berlebihan dan bukan wewenang Polri. Tapi mungkin kita semua mahfum kalau partai ini memang punya agenda sendiri, entahlah apa presiden kita juga mahfum akan hal itu dan berhati-hati mengingat partai ini bagian yang cukup besar dalam koalisi pemerintahannya dan dalam 5 tahun terakhir berkembang pesat sehingga nyaris menimbulkan kecurigaan. Tapi siapa yang berani ngomong terang-terangan sekarang?

Kembali pada penguasaan negara dalam bentuk penguasaan ideologi, ekonomi dan budaya, itu sebenarnya sudah terlihat bahwa kita telah diinfiltrasi jauh sekali hingga ke sendi-sendi pemerintahan. Berapa banyak sekarang pemerintah daerah yang mulai menerapkan perda syariah di daerahnya yang masih ada kemungkinan menyebar ke daerah yang lain. Berapa banyak peraturan yang muncul dalam bidang pendidikan yang mengarah ke satu ajaran tertentu, misal kewajiban jilbab sebagai seragam sekolah, pelajaran etika yang diterjemahkan menjadi pelajaran agama, atau tari-tarian kita yang terancam punah hanya karena kostum tari tidak mencerminkan keislaman? Bagaimana dengan segala macam bentuk bantuan dari luar untuk pembangunan Islamic Centre misalnya, tentu saja hasilnya luar biasa bukan main, kita senang, tapi di belakang bantuan itu apa tujuannya? Karena jaman sekarang tidak ada yang free. Selalu saja di belakangnya ada, ”saya bantu anda tapi......anda bantu juga kami”. Belum lagi lembaga keuangan syariah yang bermunculan seperti orang terkena latah. (Padahal cara kerja dan aturan main sama saja lho dengan yang katanya non islami, bedanya cuma di istilah...) Sekarang sepertinya malah mulai merambah ke retail. Mereka bisa jual barang super murah dan masih ditambah diskon tambahan untuk member. Kalau kita hitung-hitung bingung dah bagaimana mereka tetap dapat untung, tapi ah...menarik sekali ini untuk masyarakat awam yang umumnya berpikir yang penting dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Ada yang jual barang murah, kenapa tidak? Efek yang jauh tak kan terpikirkan oleh mereka. Itu bukan tugas mereka memang. Seharusnya tugas negara, tapi......

Akhirnya masyarakat mulai sadar. Paling tidak untuk kasus terorisme ini dulu. Mungkin belum sampai kecurigaannya pada hal lain-lainnya. Tetapi ini langkah awal yang menggembirakan. Akhirnya kebenaran mulai mendapat jalan untuk muncul di permukaan. Sekali lagi semoga ini adalah titik awal dari gelombang besar kebenaran yang akan muncul kemudian.

Semoga!

Sunday, August 16, 2009

Teroris sang Selebriti

Tahukan Anda apa yang paling banyak menyita perhatian di layar kaca Indonesia akhir-akhir ini? Tepat sekali! Drama pengepungan, penembakan, penangkapan gembong teroris yang paling di cari Noordin M Top. Tadi pagi seharusnya ada jumpa pers dari pihak Polri apakah benar identitas orang yang tertangkap terakhir di Temanggung adalah Noordin M Top atau bukan. Dan saya termasuk yang tidak sabar menunggu berita itu selengkapnya karena drama penangkapan ini begitu lama dan terus menerus ditayangkan oleh televisi. Selak bosan!

Bukan apa-apa sih. Saya setuju bahwa penangkapan para teroris itu (sebenarnya saya lebih suka menyebut mereka itu penjahat biasa, karena mereka tidak lagi mampu meneror saya saat ini) penting sekali dan harus dilakukan. Tetapi penayangan drama penangkapan terus menerus di televisi itu menimbulkan gangguan.

Saya terganggu karena menunggu proses yang begitu lama. Polisi saya yakin juga terganggu karena mereka jadi harus ekstra hati-hati dalam bertindak. Salah-salah bukan terorisnya tertangkap malah tindakan mereka yang akan dipermasalahkan. Hal-hal yang tidak seharusnya timbul, bisa timbul karena apalagi yang bisa dilakukan reporter TV sementara menunggu untuk membuat berita selain mengorek-ngorek cerita yang ada.

Ditelisik, dikorek, dipertanyakan, sehingga kadang-kadang hal yang prinsip malah dilewatkan. Kita sibuk dengan pernak-pernik pelanggaran kecil. Jadi jangan heran polisi terlihat lambat sekali mengambil keputusan dan tindakan. Lha wong disorot sekian banyak saluran televisi jee.....

Bukan kasus baru kalau polisi yang melakukan kesalahan prosedur malah dibantai habis-habisan oleh media massa. Tapi sikap polisi yang tegas malah jarang disanjung, dianggap biasa saja. Aneh memang media massa kita ini.

Still.....tetap saja drama penangkapan teroris ini saya anggap berlebihan kalau ditayangkan marathon seperti ini. Apalagi kita ini kan masih belajar demokrasi, pers kita masih belajar demokrasi, jadi banyak hal yang mereka kira adalah kemerdekaan karena kita hidup di negara demokrasi justru malah jadi boomerang. Tapi pembelajaran memang perlu biaya. Dan apa yang tengah terjadi dalam masyarakat kita sekarang ini adalah harga yang harus kita bayar untuk sebuah pemahaman yang utuh tentang apa yang kita sebut demokrasi.

Sebenarnya di Indonesia sekarang ini sih lebih cocok dibilang democrazy daripada demokrasi....

Tulisan ini rada ngelantur...tapi yah sebel saja melihat teroris jadi sama tenarnya bak selebritis...padahal yang mereka lakukan sangat berbeda.

Bagaimanapun saya salut dengan kerja Polri dengan Tim Densus 88-nya. Bravo Polri dan tetaplah punya sikap dan ketegasan dan memberi harga mati untuk NKRI.

Merdeka!