Wednesday, July 21, 2010

Mana Pemimpinku...??


Tulisan ini sebenarnya sudah punya kerangka sekitar sebulan yang lalu tetapi baru sekarang dapat dilanjutkan dan dituangkan dalam tulisan seperti seharusnya karena kemalasan yang tidak perlu (keluh!). Baik, mari kita mulai.

Tanggal 15/6 yang lalu saat aku sedang mencari-cari saluran TV yang acaranya enak ditonton, aku dihentikan oleh acara yang sedang disiarkan HBO. Entah apa judulnya. Aku menyaksikan Barack Obama yang presiden US itu tengah menyampaikan pidato kampanyenya sehari sebelum hari pemilihan presiden US tanggal 4 November 2008 di Charlotte,North Carolina. Aku berharap yang kutulis akurat, karena aku tidak menonton acara itu dari awal. Yang pasti, pidato kampanye itu disampaikan dalam suasana Obama sedang berkabung karena nenek yang menurut pernyataannya telah membesarkannya baru saja meninggal dunia pagi itu.

Dalam kondisi seperti itu Obama tetap menyampaikan pidatonya yang terasa tulus dan tetap penuh semangat, penuh energi. Sesuatu yang jarang sekali kita temui dalam pidato pemimpin-pemimpin kita di Indonesia.

Dalam tayangan itu, aku menyaksikan mereka yang mendengarkan dan mengikuti pidato Obama ikut tergetar hatinya, di antara mereka ada yang pelan-pelan mengusap air mata. Betapa isi pidato itu telah membangkitkan semangat pendengar. Mereka yang mengikuti pidato itu paham akan arti memiliki suatu bangsa. Di situ terlihat jelas kepedulian seorang pemimpin kepada rakyatnya. Hal itu dapat kita simpulkan dalri kalimat sederhana seperti," Tadi pagi nenek saya yang telah membesarkan saya meninggal dunia. Dia bukan siapa-siapa, Tidak ada yang mengenalnya. Dia hanya di rumah mengurus keluarganya, anak-anaknya, cucu-cucunya. Tapi dengan begitu, dia telah melakukan pengorbanan yang bisa dia lakukan untuk negara ini. Banyak sekali orang-orang seperti dia. Orang-orang yang telah melakukan pengorbanan untuk negara, tetapi tidak dikenal oleh banyak orang.....".

Bisakah Anda membayangkan efek ucapan semacam itu dengan intonasi, mimik, ketulusan dan semangat yang sungguh-sungguh bagi para pendengar kampanyenya? Aku saja yang bukan warga US, hanya menonton dari TV, terlambat lagi, karena itu kejadian hampir dua tahun yang lalu, masih merasa tergetar. Pidato itu turut membuatku merasa berarti, berharga sebagai wanita, walau 'hanya' bertugas mengurus keluarga, membesarkan anak-anak di rumah. Menyadari bahwa itu adalah suatu pengorbanan besar. Itu adalah pekerjaan besar yang hasilnya bisa mngubah wajah dunia. Obama telah melihat itu, dan menggunakan itu untuk menarik simpati pemilihnya.

Tetapi sekali lagi, pidato itu begitu tulus dan bersemangat. Aku yakin dia sungguh-sungguh dengan apa yang diucapkannya.

Suamiku bilang, hanya (presiden) Soekarno yang pidatonya bisa menggetarkan hati seperti itu. Aku belum pernah mendengarkan pidato Soekarno. Sekarang jadi pengin mendengar juga jadinya.

Setelah kupikir-pikir selepas acara Obama ini selesai, sesungguhnya aku rindu menunggu kemunculan pemimpin-pemimpin semacam ini di Indonesia. Bukan hanya 'seolah-olah' pemimpin seperti yang ada sekarang ini, pandainya membuat berita yang membuat rakyatnya menjadi hopeless. syukur-syukur kalau nggak sampai muntah darah.

Bahkan dalam pidato-pidato mereka, jika disimak ada saja kejanggalan-kejanggalan pernyataannya di sana-sini. Boro-boro bisa menggetarkan hati. Jauh......
Contoh paling gres setelah heboh dana aspirasi untuk anggota dewan bulan Juni lalu adalah TDL (tarif dasar listrik) naik lagi (akibatnya sudah tahu sendirikan saking seringnya naik), pemilihan calon tunggal gubernur BI yang mengantongi sekian banyak kasus, dan masih banyak laaagi saudara-saudara, jika harus disebutkan satu persatu. Lebih baik Anda menonton Metro TV untuk mengetahui hal itu dan saksikanlah para pemimpin Indonesia bersilat lidah tanpa malu dan empati untuk rakyat.

Duh Gusti....!