Friday, September 09, 2005

Sang Keris

Saya punya teman. Dia suka keris. Koleksi tombak dan kerisnya banyak sekali sampai sekitar 400-an buah. Hebatnya dia ingat semua kerisnya dengan segala detilnya. Mata kerisnya bagaimana, dapurnya bagaimana, pamornya apa, luknya berapa, pokoknya apa saja tentang kerisnya. Kesimpulannya satu, dia cinta keris dan memandang keris itu sebagai sebuah seni, bukan seperti anggapan orang umumnya tentang keris, yakni klenik.

Bagi saya yang tidak begitu mengenal keris, saya memandang keris hanya sebagai salah satu senjata tajam. Itu saja. Tapi setelah saya bertemu dengan teman saya ini, barulah mata saya terbuka dan menyadari, keris lebih dari sekedar senjata tajam. Seperti halnya benda-benda lainnya, yang tajam maupun yang tidak tajam, keris punya sejarah sendiri, punya nilai tertentu, nilai tinggi yang sayangnya tidak dikenal orang banyak. Entah karena sejarah ke-ekslusifan-nya yang membuat keris dan pengetahuan tentang keris tidak terjangkau oleh orang banyak, atau kalau pada masa sekarang ini lebih tepat kalau dikatakan informasi yang lengkap dan mudah dipahami orang awam tentang keris nyaris tidak ada.

Tak kenal maka tak sayang. Melalui tulisan ini saya mencoba mengenalkan keris sebatas pengetahuan saya yang minim. Saya harap cukuplah untuk sekedar sekilas pandang bagi kita untuk mengenal keris.

Jika mengacu pada definisi kata, keris artinya senjata tajam berkelok-kelok (ada juga sih yang tidak berkelok) yang semakin ke ujung semakin lancip (biasanya ada sarungnya), atau juga didefinisikan sebagai senjata tajam khas Jawa. Meskipun informasi yang terakhir ini saya tidak yakin benar, karena saya menemukan keris juga dimiliki oleh orang-orang di luar Jawa dengan bentuk sedikit berbeda dengan sebutan yang berbeda juga, seperti yang saya tahu ada di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. (Sejak orang Jawa menyebar ke seluruh wilayah nusantara, kebudayaan yang dibawa oleh komunitas itu juga menyebar dan berasimilasi dengan budaya setempat, melahirkan bentuk budaya baru yang mengandung akar dari budaya asalnya. Mungkin dengan cara seperti inilah keris juga dikenal di luar Jawa). Tapi baiklah dalam tulisan ini saya mengacu pada keris sebagai senjata khas Jawa, yang dikenal hampir di seluruh kepulauan nusantara.

Keris ada bermacam-macam jenis. Seperti keris alang yang tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek, keris sepukul yang bilah (mata keris) -nya lurus, keris sari atau keris parung yang berbentuk ular menjalar dan berluk (lekuk) sembilan, keris bahari yang bertuah karena diyakini ada roh penunggunya, keris pandak yang ukurannya agak panjang, keris sempana yang berluk ganjil, yaitu lima dan tujuh (dianggap mendatangkan rejeki dan keselamatan bagi pemiliknya), dan ada juga keris pendus atau keris cadangan.

Kalau kita masuk ke tiap bagian seperti ke bilah, dapur dan pamor keris maka maing-masing keris memiliki bilah, dapur dan pamor sendiri-sendiri. Bilah adalah mata keris dimana setiap bagian, pola, garis dan lekuk pada mata keris mempunyai sebutan sendiri-sendiri. Ada bagian yang disebut landep ngajeng, landep wingking, ada, gusen, kembang kacang, ganjah, peksi dan lain-lain, Saya harus menggambarkan keris untuk menguraikannya satu persatu.

Sedangkan dapur, atau bentuk keris ada yang lurus ada yang berkelok (luk). Umumnya orang mengenal keris yang punya luk (dapur luk), tapi keris luruslah (dapur lurus) yang lebih banyak ditemukan. Yang saya tahu ada sekitar 145 macam dapur yang telah diidentifikasi dan dicatat. Beberapa tipe dapur yang umum adalah Dapur Brojol, Dapur Tilam Upih dan Dapur Jalak Ngore.

Pamor berasal dari kata wor atau awor yang berarti campuran. Maksudnya adalah dari campuran bahan apa keris itu dibuat. Jaman dahulu orang yang ahli membuat keris disebut Empu. Para empu ini tahu bagaimana cara mencampur berbagai bahan (logam dan non logam) sehingga memunculkan pola tertentu pada keris yang kemudian disebut pamor tadi. Pamor digolongkan dalam 2 kelompok utama yaitu “Mlumah” rata/datar dan “Miring” vertikal. Contoh pamor mlumah adalah Kulit Semangka dan Beras Wutah. Sedangkan pamor miring contohnya Blarak Ngirid dan Ron Genduru.

Kalau dilihat dari sisi teknis, keris mungkin adalah senjata yang paling awal didesain secara ergonomis. Karena keris didesain pas ditangan untuk mendapat jangkauan terjauh untuk senjata sekelasnya dan mempunyai kemampuan membunuh dengan kekuatan minimum, dengan kata lain senjata yang sangat efisien.

Tapi harap jangan hanya dilihat dari sisi itu, karena keris juga dianggap sebagai sesuatu yang membawa keberuntungan, yang mengekspresikan budaya, sejarah dan seni orang-orang Melayu melalui masa Animisme, Hinduisme dan Islam. Keris adalah simbol karakter inti dari manusia : “perubahan yang tidak berubah”. Keris adalah sebuah karya seni dan sekaligus jimat budaya. Tapi begitulah, dia juga bagus untuk senjata.

Semoga apa yang saya tulis di atas dapat menjadi prolog bagi kita untuk lebih mengenal keris sebagai warisan budaya leluhur. Karena seperti yang sudah sering saya alami, setiap kali saya mencari tahu sesuatu tentang warisan leluhur kita, saya justru harus ‘bertanya’ pada orang luar bukan pada orang sendiri. Saya yakin sebenarnya kita tidak --belum kehilangan budaya leluhur. Hanya karena kebiasaan kita yang malas mendokumentasikan segala sesuatulah yang menyebabkan budaya warisan leluhur bisa hilang ditelan masa. Kemalasan itulah yang harus dihilangkan.

Dan saya harus berterima kasih pada teman saya itu yang secara tidak langsung telah membangkitkan kesadaran saya akan betapa indah dan betapa berharganya warisan budaya leluhur kita. Dalam kesempatan ini sekaligus saya mengajak anda untuk ikut serta. Dan kepada para pembaca sekalian, saya mohon maaf karena telah berani mengulas salah satu warisan budaya yang begitu sarat dengan pesan dan makna ini, dengan pengetahuan saya yang dangkal.
Terakhir, tulisan ini saya dedikasikan untuk teman saya, Mas Iwan Santoso Lolang-- , yang hari Minggu ini (11/09) melangsungkan pernikahannya. Selamat berbahagia.

No comments: