Friday, April 18, 2008

The Trouble with Islam Today: A Muslim’s Call for Reform in Her Faith

Itu judul buku yang baru selesai kubaca hari ini. Judul Indonesianya Beriman Tanpa Rasa Takut, diterbitkan oleh Nun Publisher --akhirnya. Penulisnya Irshad Manji seorang jurnalis yang kolom-kolomnya muncul secara teratur di New York Times, Wall Street Journal, Times of London, Al-Arabiya.net dan sejumlah sumber berita besar lainnya. Dia juga penulis tetap feature untuk Globe and Mail Canada.

Irshad juga seorang pendiri Project Ijtihad, yaitu sebuah usaha untuk memperbaharui cara berpikir kritis, berdebat dan berpikir alternatif (baca:berbeda) dalam tradisi Islam. Seorang Senior Fellow dalam European Foundation for Democracy Director of the Moral Courage Project pada New York University yang bertujuan untuk mengembangkan pemimpin-pemimpin yang akan menantang perubahan dalam sikap politik yang baik dan sehat (political correctness), intellectual conformity dan self-censorship (kemampuan memilah dan memilih serta melakukan koreksi diri) . Dalam semangat terbaik dari pendidikan bebas, the Moral Courage Project mengajarkan bahwa hak datang bersamaan dengan tanggung jawab, bahwa kita adalah sebuah warga masyarakat bukan anggota dari suku-suku dan bahwa keberagaman hanya berarti apabila tidak hanya identitas tetapi perbedaan ide juga diterima.

Buku ini adalah buku yang kuimpikan. Aku membacanya dengan rakus, sampai pundak dan mataku tegang. Emosiku mengharu biru. Inilah dia segala hal yang selama ini ingin kusampaikan.

Semula dengan menulis ini aku ingin menulis ‘tentang’ buku ini. Tetapi setelah aku selesai membacanya aku rasa aku tidak akan bisa menuliskan dengan lebih jelas lagi duduk permasalahannya, lebih baik orang-orang membaca buku ini sendiri. Irshad telah berbaik hati menyediakan terjemahan Bahasa Indonesia dalam websitenya http://www.irshadmanji.com/indonesian-edition . Jadi ku ajak Anda semua yang sudah muak dengan keadaan kita sekarang untuk melihat lebih dekat apa sebenarnya yang sedang terjadi di sekitar kita.

- Kenapa tiba-tiba pelajaran Budi Pekerti hilang dan istilahnya diganti dengan ‘akhlak’?

- Kenapa banyak sekolah negeri yang lebih mirip madrasah-madrasah yang disubsidi pemerintah dari pada sekolah umum biasa untuk seluruh rakyat?

- Kenapa di seluruh instansi pemerintah pemandangan yang kita temui nyaris seragam: :perempuan berjilbab? (bahkan seniman Dede Yusuf yang baru terpilih minggu ini jadi wakil gubernur Jawa Barat berpose dengan istrinya yang mengenakan kerudung)

- Kenapa begitu banyak muatan pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri?

- Kenapa anak perempuan di sekolah-sekolah negeri pun di paksa berjilbab (dengan cara halus maupun kasar)?

- Kenapa banyak daerah-daerah tiba-tiba menuntut penerapan syariah Islam (yang sayangnya sudah terjadi di beberapa tempat)?

- Kenapa orang Islam bertambah arogan, munafik dan makin jauh dari makna ISLAM?

- Kenapa kaum fundamentalisme bisa berkembang subur?

- Kenapa sekarang sulit sekali mengucapkan selamat suka cita maupun duka cita pada tetangga kita yang berlainan iman?

- Kenapa orang Islam umumnya membenci Yahudi?

- Apakah Islam agama yang benar sementara ajarannya juga menghalalkan darah orang lain untuk dibunuh (lihatlah para penjahat yang melakukan pengeboman dimana-mana dengan berlindung pada ayat Al Qur’an juga) ?

- Apakah negara yang berdasar Islam lantas menjadikan masyarakatnya benar-benar makmur, aman, terlindungi bukannya malah tambah miskin dan teraniaya terutama kaum wanitanya?

- Apakah benar bahwa Islam adalah satu-satunya solusi seperti yang sering didengung-dengungkan partai Islam atau kelompok-kelompok Islam garis keras?

- Apakah untuk menerapkan Islam secara benar kita harus kembali ke masa permulaan Islam, sehingga harus juga menerapkan hukum yang berlaku di padang pasir di tengah-tengah orang jahil pula? (saking jahilnya sampai-sampai hukuman untuk mereka adalah rajam, potong tangan, penggal kepala, dikubur hidup-hidup, di mana letak kemanusiaannya bila ingin diterapkan pada manusia masa kini yang kecerdasan dan kesadarannya lebih maju beberapa abad, apalagi ingin diterapkan di Indonesia, yang bodohnya mereka tidak tahu kalau leluhurnya telah berbudaya tinggi, bermoral tinggi dan memahami hidup dan kehidupan lebih dari mereka yang sekedar membaca Al Quran)?

Masih banyak kenapa-kenapa dan apakah-apakah yang lain. Untuk sementara cukuplah itu. Di buku ini dibeberkan masalahnya. Duduk perkaranya hingga akhirnya kini keadaan bermuara seperti yang kita lihat saat ini.

Intinya adalah saat ini sebenarnya yang terjadi adalah ARABISASI, bukan Islamisasi. Sayangnya banyak orang tidak menyadari dan secara sistematis yang telah sadar pun dibuat tidak menyadarinya lagi.

Sialnya mereka yang tidak sadar itulah yang rajin cuap-cuap di media baik koran, majalah, radio, TV, internet dan dengan sombong berkoar-koar tentang Islam dan hukum Islam yang mereka hanya tahu kulitnya.

Kalau ada orang yang berpikir atau mencoba berpikir, bertanya, mempertanyakan –contohnya hal-hal di atas--di katakan menuhankan pikiran. Aku pernah mengalaminya sendiri. Waktu ku balik dia dengan pertanyaan sebenarnya dari mana kelompoknya mendapat dana untuk berdakwah kesana kemari mencari pengikut dan bisa sibuk seharian hanya bicara dan berdebat menyuruh orang agar berhenti bertanya dan berpikir, dia membisu.

Kata menuhankan pikiran adalah cara ala Indonesia untuk secara sistematis membuat orang tidak ingin berpikir lagi. Menjadi taqlid. Sehingga apapun yang dikatakan imamnya, yang dikatakan kyai, ustadz, yang dikatakan MUI, akan diikuti dengan keyakinan penuh. Berani mati!


Dan Ijtihad pun mati!

Apabila tidak ada lagi yang berijtihad, maka akan lahirlah penguasa-penguasa baru yang berjubah kebesaran agama sebagai penafsir satu-satunya yang benar dan di diridhoi. Ingin tahu ujungnya? Ujung yang satu : kekuasaan. Ujung satunya lagi : duit.


Jadi saudara-saudaraku , siapapun juga yang membaca tulisan ini. Cobalah kunjungi Irshad Manji. Dengarlah apa yang disampaikannya. Cerna!. Dia memiliki pengalaman yang jauh lebih baik dan banyak dari kita yang mudah-mudahan tetap dapat hidup damai di Indonesia dan dia pandai pula menceritakannya kepadamu.

Aku ingin mendengar pendapatmu. Apakah kau berjalan bersamaku?


Salam dan Semoga engkau diberkati!

10 comments:

Anonymous said...

tulisannya bagus mbak, tapi kenapa dilihat dari sisi yang demikian?kenapa kita nggak melihat dati sisi yang lain?kalo mbak mengajak orang berpikir dari sisi yang mbak pandang,mbak juga harus berusaha melihat dari sisi yang lain juga..."SERINGNYA KITA MELIHAT HANYA DARI SATU SUDUT, BAGAIMANA DENGAN SUDUT YANG LAIN?"

Divanie said...

Saya perlu waktu lama untuk memahami maksud dari " ....BAGAIMANA DENGAN SUDUT YANG LAIN?"
Sampai saat menulis ini saya masih bingung sebenarnya sudut lain yang mana yang dimaksud? sudut pandang dari dalam Islam? He..he..he.. lucu sekali kalau memang itu maksudnya. Rupanya anggapannya saya melihatnya dari sudut pandang di luar Islam.
Sebenarnya yang terjadi adalah saya di dalam Islam, dan tetap saja pertanyaan-pertanyaan itu timbul dalam hati saya dan saya mencari, mengejar jawabannya. Saya tidak puas dengan jawaban-jawaban standar yang diberikan oleh guru-guru agama apalagi guru-guru agama masa kini yang pandangan dan pengetahuannya sempit sekali. Saya mencari. Mencari. Mencari dan masih mencari. Dalam perjalanan ini saya bertemu Irshad Manji yang menyampaikan perlunya reformasi dalam Islam. Ijtihad, itu yang disampaikannya, tradisi Islam yang seharusnya digalakkan kembali. Itulah yang seharusnya memang dilakukan. Saya telah mendapat teman seperjalanan.
Kesalahan yang sering dilakukan orang yang mengaku Islam adalah dia MEMAKSA orang lain untuk memahami dirinya, tindakannya, sikapnya tapi tidak siap untuk membuka diri menerima orang lain pula sebagai mana adanya. Itulah...

Anonymous said...

apakh mnurutmu islam blum smpurna? shingga perlu d reformasi? sunahx pun kau anggap arabisasi. galakkanlah ijthad, ubahlah aturan2 ttg menggunakan jilbab, halalkan mkn babi, khamar/minuman keras, seks bebas,
reformasilah islam sepuasmu, stinggi nafsumu, anutlah westrnisasi, yg penting kau siap brtanggung jwb d dpn majelis Allah di akhirat kelak... bhasamu sma skali tdk mncerminkan seorang muslim, prhtikan penutpmu 'salam smoga engkau diberkati'?

Divanie said...

untuk comment anonymous di atas, what can I say? tentu saja aku bertanggung jawab untuk diriku sendiri. Lagi pula siapa yang dapat memberi hak manusia lain untuk menilai 'kemusliman, keislaman' seseorang dan siapa yang dapat memberi hak seseroang/sekelompok manusia untuk menghukum manusia lainnya? Hati-hatilah, karena seperti yang kau bilang, setiap kita bertanggung jawab atas apa yang kita lakukan!
Dan setelah kau mengambil nafas panjang, lihatlah, betapa nilai-nilai universal Islam direduksi menjadi sekedar kalimat indah berbunga-bunga dan jilbab rapat!

Dan tentang salam penutup, tak tahukah kau arti salamnya orang Islam, dan apakah kau tak senang memberkati orang lain. Wajah Tuhan di mana-mana saudaraku. Dan bila kau tak dapat melihatnya, itu masalahmu!

Anonymous said...

Kasian ya kalo ketemu orang-orang yang merasa sudah beragama dengan benar, padahal kesadarannya baru sampe perut dan selangkangan. Ini cuma menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang punya pikiran TERTUTUP dan tidak punya cukup KEBERANIAN untuk mendengarkan sehingga NGOTOT bahwa merekalah yang benar. Apa iya mereka yang benar??? jangan-jangan justru merekalah yang sedang tersesat.

Berikut adalah link untuk download bukunya Irshad Mandji, dalam bahasa Indonesia tentunya
http://rapidshare.com/files/118214211/beriman_tanpa_rasa_takut.pdf.html

Anonymous said...

satu lagi link kalo yang pertama tadi gagal

http://rapidshare.com/files/118228950/beriman_tanpa_rasa_takut.pdf

Anonymous said...

Saya menghargai semangat yang dibawa oleh penulis buku ini (Irshad). Saya juga sangat menginginkan islam yang ramah dan bisa membawa kepada kebaikan bagi seluruh umat manusia di dunia ini. Tapi maaf, kalo saya melihat yang ada tulis di Blog ini, tentang pertanyaan2 Anda di atas, contohnya komentar anda tentang istri wakil gubernur yang memakai kerudung. Kenapa harus dikomentari? Anda sebetulnya "sama saja" dengan orang-orang yang sedang anda bicarakan/kritik. Anda juga ingin memaksakan kehendak 'dengan membuka krudung mereka'. Anda juga tidak menghargai kebebasan. Bedanya anda berada di sisi yang berlawanan. Jadi apa bedanya?

Satu lagi, yang harus disadari, mau atau tidak, semua organisasi, perusahaan, group, rumah, sekolah, negara, agama, punya aturan main. Ketika kita 'memilih' islam sebagai agama, kita mendapat konsekwensi untuk ikut aturan-aturan dalam islam yang ada. Saya sepakat bahwa banyak cara-cara yang dilakukan teman2 kita tidak baik dan cenderung anarkis, yang kalo menurut saya, bukan cara2 yang 'islami' walaupun 'ngakunya begitu'. Tapi kalo Anda merasa bahwa islam bukanlah solusi, kenapa anda memilih islam. Toh 'memilih' berarti siap dengan konsekwensi. Anda sudah dewasa kan?. Percayalah bahwa Allah SWT tidak butuh Anda (untuk memilih islam). Tidak ada paksaan kok.

Divanie said...

Saya tidak ingat kalau saya telah mengatakan saya 'memilih' Islam. Dan benar bahwa Islam tidak butuh saya, Tuhan tidak butuh saya untuk memilih Islam. Seperti halnya Islam tidak butuh Anda, Tuhan juga tidak butuh Anda untuk memilih Islam atau apapun juga.Berani-beraninya kita begitu. Memangnga kita ini siapa?
Oh .., percayalah... saya lega mendengarnya. Dan saya lebih lega lagi sewaktu anda mengatakan 'tidak ada paksaan kok". Semoga kalimat yang Anda tulis menjelma menjadi kenyataan!

Salam.

Anonymous said...

saya sangat salut dgn apa yg ditulis oleh divanie. dan saya yakin beliau menulis tanpa tendensi apa-apa selain yg keluar dari hati nurani sbg seorg manusia yg beriman (bukan yg mengaku beriman). Tetaplah berkarya....sesuai dengan hati nurani karena percayalah Tuhan mengaruniai kita hati nurani yang tdk akan pernah berbohong dan melanggar norma-norma kemanusiaan.

dasanrangarajan said...

Selama ini our moslems friends selalu saja menilai orang lain dengan sudut pandangnya sendiri. Baca saja definisi agama-agama lain yang dimuat dalam situs2 moslem atau buku2 perbandingan agama tulisan mereka.Tetapi begitu orang lain beri penilaian terhadap mereka menurut sudut pandang di luar moslem, tiba2 jadi kasus penghujatan dan penodaan agama. Katanya menghina agama mereka. Ih lucunya...
Terus terang seumur hidup saya belum pernah dapat kesan baik dalam berhubungan dng a good moslem semacam anonymous. Saya jadi bingung apa untuk jadi good moslem memang harus berpikir, berucap, dan bertindak seperti itu ya? Apa bagi a good moslem memang sulit sekali menerima pendapat "negatif" dari pihak lain? Apakah memang diajarkan bahwa kalau orang lain menilai kita negatif artinya orang itu yang salah lihat? apa memang kita selalu benar dan orang lain yang salah menilai? Apa ini benar diajarkan di Islam? Yang ada pengalaman atau pengetahuan mohon dibagi buat saya dikit ya... Karena ini kesan yang terbentuk di benak saya selama ini tentang Islam yang baik, murni, dan asli.
Maaf kalau ada yang tersinggung, ndak maksud nyinggung kok...