Aku menemukan tulisanku ini setelah vakum menulis hampir 15 tahun. Dibuang sayang. Karena masih juga benar apa yang kutuliskan waktu itu. Biarlah kuletakkan di sini sebagai caraku memulai lagi pekerjaan dan kesukaanku ini.
Samarinda, 13 Agustus 2005
Dua hari yang lalu aku menulis Doa Metta di kertas folio
untuk kutempel di meja kantor. Cuma tulisan polos begitu. Setelah kucetak
kertasnya kulukis dengan tanganku sendiri. Aku tak punya rencana untuk melukis
apa. Aku hanya melukis. Dan hasilnya mengejutkanku. Yang kulukis adalah bunga
kecil-kecil, banyak, pengulangan garis lurus, garis lengkung, segitiga,
lingkaran kecil dan besar. Sambil melukis aku ingat goresan-goresan yang kubuat
mirip dengan lukisan-lukisan etnik dari berbagai suku, etnis di dunia.
Aku bertanya dalam hati, mengapa lukisanku seperti itu.
Apakah itu sejalan dengan perubahan pola pikirku. Sesuai perjalanan usiaku dan
pengalaman hidupku?.
Aku mengenang kembali masa mudaku. Dulu, when I was younger,
aku suka lukisan abstrak. Bagiku saat itu lukisan abstrak itu penuh keindahan
yang tak terkatakan. Tapi kini aku memahami lukisan abstrak itu sebagai
pencarian jati diri. Waktu itu aku masih muda, tidak mengenal hidup dan
kehidupan, tidak tahu akan melangkah kemana, tidak tahu apa yang dicari, apa
yang diinginkan. Singkatnya aku tidak tahu apa-apa, semua kabur dan
samar-samar.
When I grow old, aku mulai melukis hal yang lebih jelas,
lukisanku punya bentuk. Well I’m not a painter, aku hanya melukis. Lukisan
orang amatir, lukisan orang yang tidak bisa melukis. Tapi aku tahu apa yang ingin
kulukis. Aku memahaminya sebagai – aku sudah mulai memahami apa yang kucari,
aku mulai mengerti arti hidup ini, aku mulai paham kehidupan, mulai menikmati.
Still, saat ini di usiaku yang menginjak 34 tahun, aku
melukis pengulangan-pengulangan, garis-garis sederhana yang dilukis
berulangkali membentuk pola yang indah, tenang, damai.
Saat itu aku sadar bahwa ini adalah juga salah satu fase
dalam hidupku. Mungkin saat ini aku sudah menyadari bahwa hidup ini adalah
pengulangan-pengulangan saja dari pengalaman-pengalaman kita sebelumnya - selama
kita belum memahami inti, pelajaran hidup itu. Aku memahami bahwasanya
pola-pola etnis yang kukagumi itu adalah kristalisasi dari pengalaman hidup,
penghayatan, pencerahan luar biasa dari pelukis-pelukisnya, nenek moyang segala
bangsa.
Aku teringat dengan lukisan-lukisan cina kuno yang biasanya
disertai puisi untuk menerangkan makna lukisan itu. Aku langsung merasa haru,
kagum yang luar biasa atas pencapaian para pelukis atau penyair atau apalah
namanya – mereka itu. Kalau mereka pelukis mereka bukanlah sekedar pelukis,
kalau mereka penyair mereka bukan sekedar penyair, mereka para bijak jaman
dahulu yang menuangkan pengalaman hidup, pemahaman dan pendalamannya pada
kehidupan dan menuangkannya ke dalam lukisan, puisi, lagu dan segala macam
karya seni. Aku terharu dan merasa tercerahkan saat itu juga.
Apa yang dapat kusimpulkan adalah bahwa apapun itu, apaun
hasil karya yang dihasilkan seseorang – tidak hanya lukisan – itu mencerminkan
dirinya, mencerminkan emosinya, pemahamannya. Dengan mengapresiasi karya seni
kita bisa belajar membaca apa yang dialami oleh pembuatnya. Membaca untuk
mengambil pelajaran dari sana.
No comments:
Post a Comment