Istilah ini telah menarik
perhatian saya. Dan perlu hampir tiga bulan lamanya sebelum saya mampu mulai
menulis baris-baris kalimat ini. Omong-omong saya mendapat frase mind over matter ini dari novel Twilight
Saga yang booming di seluruh dunia
sejak pertama kali terbit tahun 2005. Twilight Saga ini sendiri bercerita
tentang kisah cinta terlarang antara vampir (dalam kisah ini bernama Edward)
dan manusia (Bella).
Dikisahkan vampir tidak seharusnya
jatuh cinta kepada manusia karena alaminya manusia adalah mangsa vampir. Jadi
adalah alami kalau Edward kemungkinan besar akan slip, lalai, lupa kalau Bella adalah kekasihnya dan kemudian
memangsanya. Selama Edward masih dalam keraguan, tidak memiki keyakinan penuh
pada kemampuannya untuk mengontrol diri, dan bahkan ketika Edward masih merasa
ada kemungkinan dia akan lupa, maka
dia memang bisa melakukan kesalahan
itu: memangsa Bella, kekasihnya. Dan dia akan tetap seperti itu, bimbang dan
berbahaya, hingga pada titik dia berhasil memutuskan
bahwa dia cukup kuat, bahwa dia mampu mengontrol diri, bahwa tidak ada kemungkinan sedikitpun dia
akan lepas kendali, maka segala apa yang terlihat sebagai masalah tidak ada
lagi. Tidak ada lagi kemungkinan dia akan menjadikan Bella sebagai mangsanya.
Kesulitannya teratasi. Dan semua itu berawal dari pikiran. Pikiran mengatasi
segalanya.
(Wah, sumbernya nggak spiritual banget ya? Tapi siapa bilang kita harus mempelajari spiritualitas
hanya dari hal-hal yang spiritual pula. Tidak. Kita bisa melihat sisi spiritual
dari apapun, bahkan dari hal yang kelihatannya sangat tidak spiritual seperti
novel Twilight ini).
Untuk itu cukup tentang Twilight
dan Edward. Pelajaran dari Edward yang akan kita teruskan.
Menurut Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, mind over matter
diartikan sebagai penggunaan kekuatan pikiran untuk mengatasi masalah-masalah
fisik. Sementara Cambridge Dictionary of
American Idioms, 2nd ed 2006 juga memberikan definisi yang mirip, yaitu 1.
Bahwa pikiran lebih kuat dari pada hal-hal yang bersifat fisik, dan 2. Sebagai kekuatan pikiran untuk
mengendalikan dan mempengaruhi tubuh dan dunia fisik secara umum. Sedangkan
McGraw-Hill Dictionary of American Idioms and Phrasal Verbs 2002 menerangkan mind over matter sebagai kekuatan-kekuatan
intelektual (kemampuan seseorang untuk berpikir secara logis dan memahami
berbagai macam hal) lebih penting dan dapat mengatasi ancaman, bahaya,
kesulitan dan masalah-masalah yang dihadapi seseorang.
Istilah mind over matter ini sendiri dipopulerkan antara tahun 1960-1970
yang semula digunakan khusus untuk hal-hal yang berhubungan dengan fenomena
paranormal terutama psikokinesis (kemampuan memindah objek dengan kekuatan
pikiran). Tetapi kemudian istilah ini juga digunakan untuk hal-hal yang
berhubungan dengan doktrin filsafat dan spiritual yang terpusat pada pikiran
seperti responsibility assumption (yaitu
sebuah doktrin yang mengatakan dimana setiap individu bertanggung jawab pada
setiap kejadian dan keadaan yang terjadi dalam hidupnya, dan bahwa keadaan
mental seseorang memberi kontribusi yang besar terhadap kejadian-kejadian itu,
lebih besar dari yang diyakini sebelumnya).
Dalam kaitannya dengan doktrin
filsafat dan spiritual ini, maka kita akan menggunakan makna mind over matter sebagai kemampuan
seseorang (secara intelektual) untuk mengatasi segala kesulitan baik berupa
masalah sehari-hari, ancaman fisik, mental, emosional maupun situasi berbahaya
lainnya.
Berkaitan dengan hal itu ada
istilah lain yang juga populer: Master
Your Mind. Kuasai pikiranmu. Menguasai pikiran adalah penting, karena apa?
Karena segala sesuatu yang kita lakukan atau kita ucapkan sesungguhnya lahir
dari pikiran. Dan karena itu pula akan menentukan arah apakah kita akan
melakukan hal yang baik atau yang buruk, apakah kita akan bertindak dharma atau adharma. Jadi bila pikiran kita benar, maka ucapan dan tindakan
kita akan benar. Tetapi bila pikiran kita kacau, jangan ditanya kekacauan yang
ditimbulkan oleh ucapan dan tindakan kita.
Apa kaitan antara mind over matter dengan mastering our mind? Jelas sekali.
Apabila kita mampu menguasai pikiran kita, maka kemampuan mind yang melebihi matter
ini hanya akan digunakan untuk hal-hal yang baik. Bayangkan saja misalnya, ada
seseorang dengan kemampuan psikokinesis yang kuat tetapi tidak memiliki
integritas dan tanggung jawab pribadi (dignity) maka apa yang dilakukannya
dapat membawa akibat yang buruk bagi kemanusiaan. Seandainya ada di antara
pembaca yang pernah menonton film Xmen, maka ada satu tokoh disitu bernama Dr
Jane, yang memiliki kemampuan psikokinesis sangat kuat, tetapi saat itu terjadi
tidak diimbangi dengan wadah dan willing
yang kuat pula, maka yang terjadi kemudian adalah dia tidak dapat mengendalikan
kekuatan yang dimilikinya. Dia berubah menjadi jahat dan tanpa mampu ditahannya
dia malah menyakiti orang-orang yang menyayanginya (maaf film lagi contohnya,
tapi dengan cara ini lebih mudah memberi gambaran).
Mind
over matter
ini kelihatannya gampang bukan? Hanya sekedar menetapkan tujuan, menetapkan apa
yang betul-betul menjadi keinginan kita. Memantapkan pikiran tentang hal itu.
Dan bertindak sesuai pikiran kita. Gampang sekali.
Tetapi, seperti semua hal
lainnya, selalu yang kelihatan gampang itu sulit pelaksanaannya. Butuh
pembiasaan. Latihan. Disiplin. Dalam Twilight, Edward berusia 100 tahun lebih
dan 70 tahunnya hidup dalam restrain
–penarikan diri-- dari insting hewaninya. Begitupun, dia masih perlu
berbulan-bulan berkelahi dengan dirinya sendiri sebelum bisa sampai pada
keputusan itu.
Hal yang sama berlaku pada kita
semua. Perlu pembiasaan, perlu latihan dan disiplin diri yang kuat untuk bisa
menguasai pikiran. Bisa saja kita langsung melatih pikiran. Tetapi akan lebih
mudah bila tubuhpun dikondisikan untuk mudah berlatih. Emosi dibersihkan dari
yang bersifat negatif. Mental disiapkan untuk teguh.
Svami Pavitrananda, kepala
Vedanta Society di New York dari 1951 hingga meninggalnya tahun 1977 pernah
menulis artikel yang dipublikasikan antara November-Desember tahun 1967 dalam
terbitan Vedanta and the West, yang
berkaitan dengan hal ini.
Beliau mengatakan bahwa segala
kesulitan kita di dunia ini dimulai dari pikiran. Pikiran kita adalah kawan
sekaligus lawan kita. Bila kita mampu mengendalikan pikiran maka dia adalah
kawan. Bila dia yang mengendalikan kita, maka dia adalah lawan. Mereka yang
mampu menguasai pikiran akan selalu dalam keadaan damai. Mereka sungguh-sungguh
bahagia.
Jika kita mengamati pikiran, maka
kita akan tahu bahwa pikiran selalau berubah. Sesaat pikiran kita bahagia, sesaat
kemudian sudah tidak lagi. Untuk alasan yang tidak jelas pikiran kita bisa
tiba-tiba terganggu karena kita tidak bisa mengendalikannya.
Buku-buku tentang Yoga yang
menjelaskan solusi untuk masalah-masalah mental mengatakan bahwa pikiran kita
seperti danau yang permukaannya tidak bisa tenang karena tiupan angin. Sama
halnya dengan pikiran kita, permukaan pikiran kita tidak bisa tenang karena
pengaruh dari kejadian-kejadian di dunia luar. Jadi apabila kita bisa menemukan
cara untuk menjaga permukaan danau tidak terkena pengaruh tiupan angin, maka
permukaannya akan tetap tenang. Hal yang sama berlaku pada pikiran.
Salah satu metode untuk membuat
pikiran kita tenang adalah dengan jalan menonton pikiran. Dengan cara ini
pikiran akan merasa jenuh karena hanya dilihat. Ibarat nyala api, dengan hanya
dilihat, artinya kita tidak menambah kayu bakar ke dalamnya. Pikiran itu
lama-lama akan mati dan kita menjadi tenang. Tapi untuk bisa menonton pikiran
saja seperti itu tentu saja kita perlu latihan.
Metode yang lain adalah dengan
berdoa kepada Tuhan atau mengulang-ulang nama-Nya (japa). Banyak buku-buku
tentang yoga memberikan penjelasan mendetail tentang bagaimana cara melakukan japa
ini, apa saja yang diperlukan untuk melakukan japa baik secara etika (hal-hal
yang berkaitan dengan keyakinan dan prinsip-prinsip mengenai benar-salah)
maupun secara fisik dan sebagainya, dan buku-buku itu juga menyebutkan bahwa
dengan hanya mengulang-ulang nama
Tuhan, kita akan mendapat hasil yang sama.
Ada metode lain. Terimalah apa
saja yang datang pada kita sebagai kehendak Tuhan, atau secara sederhana: menerima setiap keadaan. Saat kita bisa menerima bahwa segala sesuatu yang
terjadi adalah karena kehendak Tuhan maka pikiran kita akan berangsur tenang.
Sangat menarik bukan? Pikiran terganggu oleh stimuli-stimuli dari luar, jadi
saat kita bisa menerima apa saja yang terjadi pada diri kita, maka tidak ada
lagi yang bisa mengganggu pikiran kita.
Jadi kesimpulannya adalah bahwa
pertama kita harus bisa menguasai pikiran. Master
your mind, first. Mind over matter
adalah hasil. Svami Vivekananda pernah mengatakan’” Pikiran adalah seperti
tanah liat bagiku. Aku dapat melakukan apa saja dengan pikiran itu”. Metode apa
yang akan digunakan untuk mampu menguasai pikiran harus disesuaikan dengan
karakter masing-masing, jenis latihan apa yang lebih disukai dan dirasa lebih
cocok.
Dengan memahami hal ini--dengan
kemampuan menguasai pikiran--, kita akan mencapai kebahagiaan, merasakan
kegembiraan dari kebebasan dalam hidup. Dan bahkan kita malah bisa menggunakan
hukum ketertarikan (Law of Attraction) dengan mudah dan memperoleh keuntungan
darinya. ***
No comments:
Post a Comment