Samarinda kebakaran lagi!
Baru beberapa hari yang lalu suamiku bertemu dengan Manajer Operasional PMK Mulawarman yang bercerita bahwa setiap kali bulan Ramadhan atau Lebaran tiba, dia deg-deg-an menunggu ada kebakaran atau tidak. Dari pengalamannya, sekali terjadi kebakaran, kecil atau besar, biasanya akan terjadi kebakaran berikutnya. Kebakaran tidak pernah terjadi sekali. Begitu kesimpulannya.
Suamiku baru usai menceritakan kembali kepadaku tentang hal itu, dan malamnya listrik di rumah kami padam. Kebakaran!. Malam itu kebakarannya tidak besar. Beritanya tidak sampai masuk koran. Korbannya hanya tiga rumah. (Sebenarnya itu karena setelah rumah ketiga tidak ada rumah lagi. Jadi kebakaran tidak meluas karena api tidak bisa menjalar kemana-mana lagi).
Besok malamnya kembali listrik padam di rumah kami. Aku langsung melihat langit. Ah ya, kebakaran lagi. Yang sekali ini besar. Langit membara. Lokasi kejadian cukup jauh dari rumahku. Tapi kalau melihat warna langit yang memerah seperti itu, dapat terbayang luasnya kebakaran yang terjadi. Kebakaran terjadi di daerah muara (sungai). Dan ternyata,-- belakangan aku tahu-- ini adalah kebakaran yang ke-empat yang terjadi selama bulan Ramadhan ini.
Tetapi karena yang ke-empat ini adalah kebakaran yang paling besar, memakan korban paling banyak, dan lokasi kebakaran juga sampai di pinggir jalan raya, --seperti yang telah kuduga sebelumnya--, ramai-ramailah para parpol membuka dompet bencana dengan mengusung panji-panji partai masing-masing. Yang pertama bergerak cepat --seperti biasa-- adalah PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Di hari kedua partai yang lain bermunculan satu persatu. Di hari ketiga PKS bahkan sudah bisa menyebut jumlah sumbangan yang terkumpul, angkanya dipampang besar-besar dipinggir jalan. Yang belakangan menimbulkan pertanyaan di benakku. Benarkah angka sumbangan yang diklaim sebesar itu (dalam ratus juta rupiah)? dan seandainya benar sumbangan yang terkumpul sebanyak itu (oh alangkah dermawannya secara umum masyarakat kita, tidak pelit membantu), sampaikah sumbangan itu ke tangan korban bencana ? atau hanya untuk gaya-gayaan saja?
Terus terang aku merasa malu dan prihatin melihat parpol-parpol itu. Setiap kali ada bencana (di Samarinda ini, entahlah di kota-kota lain) mereka memang langsung membuka pos untuk menampung sumbangan dan bantuan dari masyarakat untuk korban bencana. Sebenarnya semangatnya bagus dan mulia. Judulnya kan membantu sesama. Tetapi karena mengusung nama partai masing-masing besar-besar, niat mulia tadi malah jadi tanda tanya. Apa maksudnya?
Waktu kecil, aku diajar. Kalau membantu dengan tangan kanan, tangan kiri tidak boleh tahu. Artinya kalau mau membantu tidak usah pengumuman. Itu namanya riya’. Nah..nah.. artinya parpol-parpol ini sebenarnya kan pada riya’ berjamaah. Atau kalau tidak ya, bantuan mereka memang ada pamrihnya. Just say ……kampanye terselubung gitchu loh …..Ihik..ihik…..
Tapi rasanya masyarakat kita sekarang sudah tambah pintar, bisa membaca keadaan, tahu maksud pepatah ada udang di balik batu. Bahasa kasarnya, nih lho aku bantu, ingetin nih partaiku. Partaiku yang paling perhatian nih sama rakyat kecil…..(Aku sangsi kalau mereka benar bisa berkuasa mereka akan masih ingat sama rakyat kecil. Bukannya rakyat malah direpresi dengan agenda mereka sendiri?)
Entahlah….. aku bukan orang dermawan. Aku sangsi menyumbang. Lagi pula kalau aku mau menyumbang aku kan tidak perlu umumkan? Jaman sekarang aku benar-benar bingung kemana bisa menyalurkan bantuan tetapi aku tetap bisa yakin bantuanku akan sampai ke tangan yang membutuhkan bantuan sebenar-benarnya.
Tapi setiap orang punya pilihan.
Kurasa aku hanya ingin menyampaikan pada parpol-parpol itu. Cobalah malu sedikit sama rakyat. Anda mau cari suara, cari simpati. Membantu di sana sini. Tapi pamrihnya besar sekali. Jelas-jelas terbaca. Apa mau anda. Seandainya anda orang biasa-biasa. Adakah anda akan membantu juga?
(Tapi mungkin lebih baik mereka yah? Paling tidak mereka berkarya. Daripada saya, hanya bicara saja….;)
Samarinda, 20 Oktober 2006
No comments:
Post a Comment