Samarinda, July 21th 2006
Tadi malam untuk kesekian kalinya aku “diobati” Bapak. Dalam kurun waktu 14 tahun sejak aku pertama kali tinggal di Samarinda ini, tak putus aku dirundung santet. He..he..he.. lucu rasanya mengatakan “dirundung santet”. Tapi itulah yang terjadi.
Tahun 1999 aku mulai melakukan perjalanan ke dalam diri. Memulai, belajar sana belajar sini, tabrak sana tabrak sini. Sampai saat ini aku tidak dapat sungguh-sungguh menilai diriku sendiri. Rasanya aku mengalami perkembangan, secara spiritual. Ya, aku berkembang. Tetapi karena aku berjalan langsung di jalan spiritual, aku tidak sempat bersentuhan dengan gula-gula spiritual.
Tidak, bukan tidak sempat bersentuhan, mungkin aku bersentuhan, mungkin aku sudah mengantongi gula-gula itu, tapi aku tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. Aku bahkan tidak tahu kalau aku pun memilikinya sebagai bonus perjalananku itu.
Selama aku memulai perjalananku, sedikit demi sedikit aku mulai melepaskan diri dari ketergantunganku dengan Bapak. Meskipun terasa sekali bahwa Bapak tidak mau melepaskanku. Aku sedih. Aku merasa heran kenapa Bapak tidak melihat perubahanku. Padahal perubahan-perubahan yang kualami banyak. Bapak selalu melihatku sama seperti dia melihatku pertama kali 14 tahun yang lalu.
Tadi malam, untuk pertama kali dalam enam bulan terakhir ini, aku ikut sesi meditasi bersama suamiku dan teman-temannya. Biasanya aku hanya mendengar cerita saja tentang apa yang dialami, didiskusikan, apa hal-hal yang baru didapat dari sesi meditasi itu. Atau kadang-kadang aku melihat dan mengetahui apa yang terjadi selama mereka meditasi sementara aku tidur. Kadang-kadang, hanya untuk hal-hal khusus saja. Tapi tadi malam, aku menyengaja ikut.
Keputusan itu dari hasil pemikiran dan perenungan, dan perenungan, dan perenungan, yang telah kulakukan berhari-hari, berbulan-bulan. Ditambah dengan sesi pengobatan yang Bapak lakukan terakhir ini, membuat aku bertambah mantap untuk kembali intens berlatih.
Untuk pertama kalinya setelah 14 tahun, saat diobati Bapak hatiku merasa hampa. Kehilangan keyakinan, diselimuti keraguan. Selama bulan-bulan terakhir ini aku memang telah sampai pada kesimpulan, bahwa entah kapan dimulainya sebenarnya aku telah melakukan banyak hal untuk mengobati diriku sendiri, melakukan banyak hal untuk mempertahankan diri apabila diserang. Melakukan banyak hal untuk kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan diriku. Tetapi aku tidak pernah yakin akan kemampuan diriku karena setiap kali aku bertemu Bapak, Bapak akan mengatakan bahwa itu adalah hasil dari pengobatannya, karena aku dipantau terus-menerus olehnya.
Setiap kali mendengar hal itu dari Bapak, aku kembali diselimuti keraguan akan kemampuan diriku sendiri. Semula yakin, tetapi kemudian ragu lagi. Begitu terus sampai aku lelah dengan santet-santet ini, aku lelah meragukan diriku sendiri. Aku merasa aku harus melakukan sesuatu untuk mengakhiri hal ini. Mengakhiri ketergantunganku pada Bapak, mengakhiri keraguan pada kemampuan diriku sendiri. Dan, terima kasih Tuhan, aku mendapat berkah kekuatan untuk yakin tadi malam.
Sesi meditasiku lancar. Aku heran. Biasanya tidak seperti itu. Aku masih takut. Tapi semua lancar, aku tidak menimbulkan gangguan pada yang lainnya, aku merasa nyaman. Hal lain yang membuat aku merasa bahagia hingga hari ini, Mas Nur bilang ada Babaji turut hadir disana, saat kami bermeditasi, dan meninggalkan pesan bahwa apa yang telah kami bicarakan malam itu benar adanya. Itulah jalan yang harus ditempuh. Aku tidak menyadari kehadiran Babaji. Tapi aku tahu itu Babaji dari deskripsi yang diberikan Mas Nur tentang orang itu. Aku yakin. Dan aku merasa bahagia. Pertama, tentu saja karena ada orang suci yang berkenan datang dalam acara meditasi kami. Kedua, pesan yang ditinggalkannya. Meskipun tidak langsung kepadaku, aku menjadi yakin dengan apa yang telah kuputuskan malam itu.
Sebelum meditasi, kami memang telah mendiskusikan hal ini. Tentang gula-gula spiritual. Dan kami sampai pada kesimpulan, bahwa jalan yang aku dan suamiku telah tempuh selama ini tidak salah. Hanya saja kami telah melewatkan begitu saja tentang gula-gula spritual ini. Kami punya, tapi tidak tahu menggunakannya. Bahkan tidak tahu kalau kami punya. Itu akan kami pelajari sekarang, sebagai bekal agar memahami sepenuhnya gula-gula itu, paham bila ada orang yang menawarkan atau melempar gula-gula pada kami, paham agar kami tidak lagi terobsesi dan turun lagi suatu saat nanti.
Itulah, pencerahan yang kualami. Yang kami ingat-ingat sekali adalah bahwa apapun yang akan kami pelajari dan dapatkan ini adalah gula-gula. Kami tidak boleh lupa dengan tujuan kami semula. Dalam bahasa Mas Nur, Kanuragan dan Ilmu sejati haruslah berjalan seiring agar tidak pincang. Jangan keasyikan dengan ilmu kanuragan, tetapi itu turut menjadi senjata dalam menempuh perjalanan.
Tentang Bapak, bagaimanapun, he is my foster father. Dan aku tetap menghargainya sebagai orang tua. Aku tetap akan mendengarkan kata-katanya. Mengikutinya bila sejalan dengan keyakinanku, cukup mengiyakan bila ternyata bersilang jalan dengan keyakinanku. Tetapi hari ini aku yakin bahwa aku dapat melepaskan diri dan tidak bergantung lagi padanya. Aku yakin dengan kemampuan yang kumiliki yang dapat kukembangkan. Tetapi aku harus berlatih dan disiplin dengan latihanku.
Lucu juga, biasanya orang belajar gula-gula ini dulu kemudian melangkah ke jalan spiritual. Tapi aku sudah di jalan spiritual, kelaur lagi mencari gula-gula. Tapi aku yakin dengan pesan yang Babaji sampaikan. Jalan kami tidak salah. Kami harus berhati-hati agar tidak tergelincir karena ego kami. Tetapi ini tidak salah.
1 comment:
Siapa yang dimaksud dg BAPAK? Apakah BABAJI itu adalah SAI BABA, tokoh spiritual dari India itu?
Post a Comment