Aku baru menonton film Sixth Sense kemaren sore di saluran HBO. Film dengan alur bertutur yang lambat dan meloncat-loncat tapi membangkitkan rasa ingin tahu. Jadi aku bertahan menonton sampai habis. Meskipun tidak tepat juga dikatakan begitu karena aku menontonnya dari pertengahan saja, tidak dari awal. Rasa-rasanya aku harus menonton film ini dari awal sekali lagi.
Dari tontonannya yang sepotong itu aku menyimpulkan bahwa film ini menceritakan tentang seorang anak yang bisa melihat hantu. Menariknya film ini tidak lantas menjadi film hantu yang menyeramkan (seperti biasanya film Indonesia..:), sebaliknya film ini malah menjelaskan tentang hantu itu sendiri.
Aku telah ‘tahu’ sejak……. katakanlah dua tahun yang lalu, bahwa saat kita meninggal apabila kita meninggal dalam keadaan tidak sadar atau kita tidak ikhlas, maka itu akan menimbulkan keterikatan dengan dunia ini, dan menyebabkan kita terkatung-katung di alam sebelah. Ya lantas orang bilang hantu tadi. Tidak bisa melanjutkan perjalanan. Begitu juga dengan yang ditinggalkan. Bila mereka ada seorang saja yang tidak ikhlas melepas kepergian orang yang dikasihinya akan membuat yang meninggal tadi terikat dengan dunia. Jadi baik yang meninggal maupun yang ditinggalkan kedua-duanya harus ikhlas agar perjalanan yang meninggal lancar. Inilah juga yang diceritakan oleh film Sixth Sense ini. Aku seperti mendapat konfirmasi. Sekali lagi.
Tadi pagi, sehabis yoga seperti biasa. Aku rileksasi, savasana. Dan seperti biasanya juga saat rileksasi seperti inilah aku mendapat ‘pencerahan-pencerahan kecil’. Tadi pagi pencerahanku tentang hantu tadi. Bukan hal yang baru. Pemahamannya tetap sama. Bedanya ya di ‘paham’ itu tadi. Dua tahun yang lalu aku ‘tahu’ tentang hal itu. Tahu dari pengetahuan, dari bacaan, dari cerita orang. Sekarang aku ‘paham’. Dari kesadaranku sendiri. Rasanya memang lega. Reaksi yang keluar cuma, ooohh….. lalu manggut-manggut sendiri. Begitu saja memang rupanya kalau orang paham itu.
Aku cerita pada suamiku. Reaksinya juga cuma, “Naah…sudah pahamkan”. Jawaban standarnya yang kadang-kadang menyebalkan, tapi memang mengandung kebenaran.
No comments:
Post a Comment