Friday, May 04, 2007

Life Summary

Prolog
Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menulis 3 bulan yang lalu. Aneh rasanya memulai menulis lagi. Sepertinya terlalu banyak hal yang harus kuendapkan dulu dengan sungguh-sungguh sebelum bisa kutuangkan dengan baik. Sulitnya, aku tidak tahu persis apa yang baru.
Meskipun kenyataannya banyak sekali kejadian yang telah kulewati. Tetapi sepertinya lewat begitu saja. Kalaupun ada yang bisa dicatat mungkin adalah kesadaran bahwa selama ini aku sangat tidak percaya diri.
Kepercayaan diriku menguap begitu saja. Sesaat ada, sesaat tiada. Aku memerlukan disiplin diri yang kuat untuk terus berlatih agar kepercayaan diriku tetap terjaga. Aneh!
Bagian 1
Aku merasa diriku jauh dari lingkunganku karena perbedaan pola pikirku. Tentu saja bila hal itu menyangkut pekerjaan atau hal-hal rutin lainnya semua bisa dikerjakan seperti biasanya. Tetapi segala hal yang menyangkut hubungan sosial jadi terasa aneh karena aku menemukan bahwa nilai-nilai yang kuanut ‘terasa’ berbeda dengan lingkunganku berada. Aku juga seringkali merasa SAAT INI lebih mudah melihat mana orang yang tidak percaya diri (artinya orang itu sangat tidak percaya diri, karena aku sendiri tidak pd-an), mana yang sombong, mana yang hanya bisa berbual (kelompok orang yang menyebalkan), mana yang sok berkuasa tapi sejatinya tidak tahu apa-apa (kelompok yang paling menyebalkan), mana orang yang ‘berisi’, orang lugu, orang sederhana, orang awam, dll, dsb.
Seperti biasa, aku memperhatikan, mempelajari, memahami dan …..ah aku belum cerah!
Bagian 2
Aku berkeliling mencari sekolah untuk anakku yang kedua- Chitta. Aku ingin dia masuk TK Budi Bhakti. Yang punya yayasan Budha. Aku senang dengan kurikulumnya (di sana tidak diajarkan agama! tetapi diajarkan budi pekerti dan kasih sesama ), senang dengan kelasnya, senang dengan lingkungannya, senang dengan guru-gurunya, ………..tetapi rupanya mereka semua tidak senang dengan anakku.
Mereka keberatan menerima Chitta. Alasannya tidak jelas bagiku, jawabannya berputar-putar, belakangan malah menyuruhku ke psikolog untuk tes mencari kelebihan dan kekurangan anakku (yang kemudian aku tahu tempat psikolog itu praktek lebih banyak menangani kasus anak autis).
Aku tersentak!
Stress dan
Depressi
Untuk beberapa jam lamanya.
(Kalau depressi jangan lama-lama;)
Kemudian aku bergerak cepat mencari semua informasi yang bisa kudapat tentang autis dengan seluruh spektrumnya, PDD NOS, Speech Delay dan beberapa istilah lain yang sulit kuingat. Membaca bahan-bahannya, memasuki semua ruang diskusi di internet yang membahas/berkaitan dengan hal itu.
Dan setelah 7 hari mempelajari, menelaah, membandingkan, mengukur, mengingat-ingat, aku dengan pasti bisa mengatakan bahwa anakku bukanlah seorang anak autis (seperti dugaan guru-guru di TK Budi Bhakti, berdasarkan gambaran tentang perilaku Chitta yang kuberikan pada mereka juga. Dasar akunya dogol!)
Chitta mengalami keterlambatan bicara, ya. Tetapi bukan autis!
Tetapi tidak ada kejadian kebetulan bukan? Tidak ada yang terjadi tanpa suatu maksud. Jadi sampai hari ini aku masih bertanya-tanya apa gerangan yang menyebabkan Chitta tidak bisa masuk ke sekolah yang aku idam-idamkan sejak lama untuknya. Atau Chitta memang tidak ingin masuk sana. Kenapa?
Belakangan aku dan suamiku –setelah mencari beberapa hari- memutuskan Chitta masuk TK Fransiskus Asisi punya yayasan Katolik.
Aneh..aneh….aneh….. Karena sejak lama aku berusaha menghindari kontak dengan segala macam yayasan yang bernaung di bawah 2 agama besar ini, tapi kok ya aku harus masuk ke salah satunya.
Sampai hari ini aku belum tahu maksudnya.

Bagian 3
Aku selalu merasa ada yang kurang dengan apa yang kupelajari selama ini. Aku selalu merasa ada yang kurang dengan Islam yang kupelajari selama ini. Aku berusaha mencari tahu KEKURANGAN itu. Tapi hingga hari ini aku belum mendapat berkah untuk menemukan sumber yang terpercaya. Ada teman diskusi dan sumber informasi yang cukup mengasyikan sebenarnya, tapi terhalang oleh perbedaan cara berkomunikasi, kesulitan berbahasa dan perbedaan latar belakang sehingga apa yang ingin kutahu tidak bisa ditangkap secara tepat olehnya sehingga jawaban yang diberikan juga menjadi tidak tepat.
Tanya kenapa?
Mungkin belum waktunya.
Atau mungkin bukan dari sumber yang ini aku harus mendapatkannya.
Aku akan menunggu.
(beberapa hari yang lalu aku mendapat email dari seorang teman yang isinya menceritakan bahwa Nabi Muhammad itu tidaklah buta huruf seperti yang selama ini diketahui dan diajarkan. Aku tertawa terbahak-bahak….. yah…baru ini aku mendengar lagi ada penjelasan rasional tentang hal itu. Meniru ucapan temanku…. Ya..iyalah….. Rasanya konyol memang kalau Nabi adalah seorang yang buta huruf. Katakanlah memang demikian, masih tidak masuk diakalku kalau Nabi ini sampai akhir hayatnya membiarkan dirinya buta huruf. He…he…he……manusia-manusia ini memang konyol….)
Bagian 4
Anakku yang besar Pragyaa, tahun ini masuk SMA. Aku bingung juga. Sekolah yang mana yang akan dia masuki. Kalau ingat gayanya yang slow motion, apa adanya, tidak punya keinginan apa-apa, trus gimana?
Aku tanya dia, dia sebut satu sekolah. Bukan yang terbaik, tapi termasuk yang banyak diminati. Rasa-rasanya sekali ini keinginannya akan kuikuti. Karena aku kasihan padanya. Selama dia SMP memang dia berhasil masuk SMP terbaik, masuk di kelas bilingual (angkatan dia adalah yang pertama untuk kelas bilingual dan SMPnya adalah satu-satunya SMP di Kaltim yang membuka kelas itu, katanya sih program ASEAN atau gimana gitu!) dengan prestasi sedang-sedang saja, kadang malah nyerempet rangking terbawah di kelasnya. Tapi OK-lah….
Masalahnya dia tidak punya teman selama SMP ini. Olala…. Aku tidak ingin dia mengulang kesengsaraan tidak punya teman 3 tahun lagi hanya karena mamanya ingin dia masuk sekolah terbaik. Tidak-tidak.
Entahlah apa yang salah pada Pragyaa hingga dia tidak punya teman dekat di SMP ini yang sekelas dengannya. Kalau ada yang berteman dengannya kayaknya hanya karena terpaksa deh, atau karena mereka memang sedang memerlukan dia. Pokoknya kalau nggak kepepet kayaknya nggak ada yang mau berurusan dengannya.
Repotnya Pragyaa ini cuek sekali. Jadi dia tidak repot juga dengan keadaan itu. Nggak ditemenin ya udahlah.
Oh God!.
Karena itu aku berharap keputusanku membebaskan dia ingin sekolah dimana adalah keputusan yang baik untuknya. Karena kalau dia kusuruh masuk SMA terbaik lagi di kota ini, ada kemungkinan dia akan diterima tetapi dia akan bertemu dengan orang-orang yang sama lagi, temannya yang itu-itu juga. Karena hampir separuh kelasnya telah diterima di SMA terbaik itu tanpa tes. (Pragyaa tidak diterima tanpa tes karena gagal di nilai rata-ratanya yang tidak rata;-) Dia hanya akan pindah kelas dan pindah sekolah saja. Kebetulan pula sekolahnya bertetangga. Betul-betul cuma geser sedikit kan?
Tidak! Kurasa kali ini aku ingin dia mendapat pengalaman yang berbeda. Jadi aku berharap keputusanku ini tidak salah.
Semoga!
Samarinda, 3 Mei 2007